29 Januari 2014
Sore tadi saat aku asyik online, tiba-tiba terdengar suara :"Ngeooooong ........ ngeooooong ...... ngeoooong ......" Suara kucing mengeong keras sekali seperti sedang disiksa. Kalo kucing melahirkan malah tidak bersuara, aku pikir itu suara kucing yang sedang butuh pertolongan.. Suara kucing mengeong itu diselingi beberapa suara guyuran air yang keras, sepertinya banyak air yang diguyurkan. Rasanya semakin yakin bahwa ada seekor kucing yang dipegang kemudian diguyur dengan air beberapa kali. Teganya.
Sore tadi saat aku asyik online, tiba-tiba terdengar suara :"Ngeooooong ........ ngeooooong ...... ngeoooong ......" Suara kucing mengeong keras sekali seperti sedang disiksa. Kalo kucing melahirkan malah tidak bersuara, aku pikir itu suara kucing yang sedang butuh pertolongan.. Suara kucing mengeong itu diselingi beberapa suara guyuran air yang keras, sepertinya banyak air yang diguyurkan. Rasanya semakin yakin bahwa ada seekor kucing yang dipegang kemudian diguyur dengan air beberapa kali. Teganya.
Aku buru-buru keluar rumah berjalan ke arah suara itu. Ternyata suara itu berasal dari sebuah sumur milik tetangga. Aku lihat seorang tetangga sedang menaikkan timba air dari dalam sumur, tapi ember timbanya berisi air dan ..... seekor kucing!.
Segera aku mengambil kucing itu dan kubawa ke rumah bagian luar. Kuletakkan kucing itu di atas mesin cuci. Kuambil beberapa kain perca lalu kuusap-usapkan pada seluruh tubuh kucing. Kucing berwarna merah itu cuma diam saja. Aku terus mengusap tubuh kucing sampai air mulai mengering. Kemudian kupangku kucing itu sambil terus kuusap-usap tubuhnya. Kusuruh Dinda, anakku mengambil handuk yang tak terpakai untuk membungkus tubuh kucing yang sangat menggigil kedinginan. Kucing itu anti air, jadi bisa dibayangkan bagaimana paniknya dia saat kecebur ke sumur tadi.
Kucing masih saja menggigil padahal sudah kubungkus rapat dengan handuk. Aku memeluknya seakan itu adalah kucingku. Dia mulai tenang tapi kelihatan kelaparan. Kemudian anak kecil tetangga mengambilkan beberapa potong ikan bandeng goreng, tapi kucing hanya memakan sebagian saja. Badannya masih saja gemetar menahan dingin.
Kucing ini nampak bukan kucing lokal biasa, terlihat dari bulunya yang panjang-panjang. Aku yakin ini kucing blasteran antara lokal dengan anggora. Setelah kurasa kucing mulai nyaman, aku masuk ke dalam.
Petangnya setelah hari gelap, kucing itu datang lagi mengeong-ngeiong pelan dan duduk di buk.Buk adalah tempat duduk permanen yang terbuat dari batu bata yang disemen. Aku keluar memanggilnya, herannya kucing itu mengikutiku masuk. Aku menggendongnya dan kupamerkan pada Dinda. Surprise! Ada kucing lagi di rumah, meski itu bukanlah kucingku.
Nampaknya kucing itu merasa nyaman di dalam rumah. Ke mana pun aku melangkah selalu diikuti. Aku juga mengajaknya bicara, meskipun kucing hanya bisa menjawab :"ngeong" saja. Itu pun sudah membuatku senang. Aku memang terbiasa menyapa kucing yang kujumpai entah di jalan , di pasar atau di manapun berada. Jawaban "ngeong" pun membuatku tertawa puas.
Kucing jantan ini diberi nama oleh Dinda sebagai Binggo. Katanya, Bonggo berarti "blasteran indo dan gorila" lho? Gorila dari mana? Mungkin saja karena kucing ini nampak lebih besar dari kucing biasa. Dan, entah Binggo ini kucing milik siapa.
Dinggo jarang bicara eh mengeong seperti kebanyakan kucing lokal lainnya. Semakin aku yakin ada darah kucing anggora di tubuhnya. Yang aku tahu, kucing anggora lebih pendiam dibanding kucing lokal.
Yang membuatku heran, kenapa Dinggo cepat sekali akrab denganku? Apakah karena aku yang menyelamatkannya. Menyelamatkan kucing atau me-rescue kucing telah kulalukan sore tadi. Sebetulnya tidak benar-benar me-rescue, aku hanya mengeringkan tubuhnya saja. Karena terbiasa memegang kucing tentu tak kerepotan aku melakukannya. Mungkin hal inilah yang membuatnya lengket denganku. Tapi barangkali karena aku mengerti kemauan mereka, jadi mereka kucing-kucing itu mudah dekat denganku. Lagi pula aku memang tulus menyayangi mereka.
Dari ketika Dinggo datang, aku dan Dinda sibuk mengambil gambarnya tapi sulit minta ampun. Dinggo selalu bergerak saat dipotret, jadi hasilnya kurang memuaskan. Dinggo seolah menganggap rumah ini sebagai rumahnya sendiri. Terkadang duduk di pangkuanku, tidur di karpet, bahkan naik ke kasur seperti yang kulakukan. Dia pun mengikutiku ke mana pun aku bergerak, tapi ketika aku keluar membuang sampah dia tidak mengikutiku keluar. Dia lebih suka berada di dalam rumah.
Aku yang meninggalkan ketujuh kucingku di rumah lama seakan mendapat pengganti, meskipun wajahnya tak seganteng kucing yang kutinggalkan. Apa salahnya aku menolong kucing yang membutuhkan pertolongan? Aku membayangkan bila kucing-kucing yang kutinggalkan menderita atau membutuhkan uluran tangan manusia, kuharap selalu ada yang mau membantu dan menolong mereka.
31 Januari 2014
Binggo benar-benar suka tinggal bersamaku. Kehadiran Binggo seolah sebagai penawar rindu lama tidak bercengkerama dengan kucing. Sudah dua malam ini Binggo tidur denganku. Rasanya nyaman sekali, tetapi hati-hati jangan sampai bulu kucing terhirup nafasku. Di sini lumayan jauh dari rumah sakit, jadi perlu hati-hati menjaga asmaku agar tidak kumat.
Kucing blasteran ini berbeda dengan kucing lokal, seakan lebih tahu soal tata krama. Binggo tak pernah mengganggu orang sedang makan, seperti kebiasaan kucing lokal. Juga Binggo tak mencuri, seperti kebiasaan kucing lokal. Soal makan Binggo sulit sekali, terkadang mau makan bandeng goreng tapi hanya sedikit.Nafsu makannya nyaris tak ada. Katanya biasanya Binggo diberi makan nasi bandeng mentah malah. Barangkali di sini dia minta whiskas. Okelah kapan-kapan aku belikan asal Binggo masih suka di sini.
0 comments:
Post a Comment