Duduk meremang sendiri di sudut ruangan
Aku matikan dian lampu dengan serta merta
Agar dapat kupandangi wajahmu dengan jelas
Melalui mata hatiku yang tak berbohong
Aku menyibak rambut yang menutupi telingaku
Kusorongkan telingaku kutajamkan pendengaranku
Agar dapat kudengar dengan jelas suaramu
Ritme suara bagai alunan musik yang melenakanku
Katakanlah apa lagi yang dapat kulakukan kini?
Hanyalah membayangkan wajahmu dan suaramu
Meresapi engkau sampai ke tulang-tulang sumsumku
Namun, bukankah engkau memang ada di sini?
Di sini engkau berada di dalam relung hatiku
Jangan tanyakan lagi mengapa, akupun tak tahu
Bukankah aku pun tak dapat memilih? Dan, kamu?
Barangkali pertanyaan ini juga engkau pertanyakan
4 comments:
sungguh sebuah puisi yang indah mbak.
Untaian bait demi baitnya menyiratkan sebuah kerinduan. :)
Makasih lho mbak. Tp aku masih banyak belajar kok. Mksh udah mampir.
Konon kata orang hanya mereka yang sedang JATUH CINTA akan menjadi seorang penyair. Iyah kah?
Aku rasa hal itu tdk benar. Kalo misalnya penyair dijdkan profesi, masak ya harus jatuh cinta tiap hari pak? Mksh udah mampir dan ninggalin komen.
Post a Comment