Thursday, February 6, 2014

Menulis Dengan Gamang



Entah kenapa akhir-akhir ini pikiranku seolah buntu untuk menulis. Benar-benar kehilangan ide. Betapa begitu banyak yang ingin kutuliskan namun kurasa tak pantas untuk dituliskan. 

Aku menjadi gamang, berdiri kaku tanpa langkah yang jelas. Padahal ide-ide kreatif itu meluap-luap ingin dimuntahkan, tetapi tak boleh. Aku harus lebih hati-hati lagi dalam menulis, setelah beberapa waktu lalu ada beberapa orang yang merasa tersinggung atas tulisan-tulisanku yang sangat jujur apa adanya. 

Memang waktu itu tanpa tedeng aling-aling kumuntahkan hampir semua uneg-unegku karena aku merasa tak tahan lagi dengan semua kejadian yang menimpaku. Ancaman bahwa aku akan diperkarakan atas nama pencemaran nama baik membuat hatiku ciut. 

Kejujuran yang murni tak bisa diterima oleh manusia pada umumnya. Kejujuran mestinya diselubungi kain putih halus hingga kejujuran menjadi bias. 
Alangkah mirisnya bila kejujuran dipermasalahkan. 
Haruskah aku hidup penuh kepura-puraan? 

Aku ingin segera bebas lepas dari semua himpitan dan deraan ini. Aku ingin bebas mengungkapkan semua perasaanku, tapi bisakah? Bisa, tentu saja namun ada semacam tali yang mengikat jari –jemariku agar tak secara liar bermain di atas tuts keyboard. Ada semacam rem agar jari-jemariku tidak bergerak dengan liarnya. Rem itu bernama ketakutan. 

Menulis tak lagi bebas sebebas terbangnya burung merpati. Aku merasa menulis dalam kungkungan. Perasaan yang ada di dalam hati itu tidak boleh dituliskan secara telanjang. Bahasa-bahasa kiasan pun masih bisa dimengerti, atau malah salah dimengerti? 

Biar segala perasaan kusimpan saja sendiri. Tapi bukankah menulis menjadi semacam terapi bagi diriku? 
Bukankah kita akan menjadi lega setelah mencurahkan kegelisahan? Tak semua bisa menerima, terutama yang merasa tersentil bahkan tanpa sengaja. 
Bukankah menulis juga dapat membebaskan diri dari deraan batin? Menulis juga dapat menyembuhkan berbagai penyakit. Ada yang bilang begitu sih. 

Baik yang tersentil karena menjadi penyebab kebahagiaan, terlebih menjadi penyebab penderitaanan, tak semua bisa menerima. Hidup memang aneh.

0 comments: