Wednesday, May 15, 2013

3 Jaksa


3 Jaksa
     
 Aku datang terlambat 30 menit dari waktu yang sudah dijanjikan. Maklumlah perjalanannya jauh. Dalam perjalanan tadi aku ternyata sudah ditelpon untuk konfirmasi kedatangan dan juga disms. Hanya sms yang sempat kubalas, kukatakan sebentar lagi aku sampai.
        Begitu sampai pertama-tama tentu aku bertanya pada petugas yang berdiri di depan gerbang kemudian aku melapor dan mendapatkan id card. Aku buru-buru menuju gedung pengawasan dan naik ke lantai 4 dengan tangga biasa. Aduh! Akhirnya kutemui juga bu jaksa yang mengundangku.
        Aku memasuki sebuah ruangan dan duduk langsung berhadapan dengan 2 pak jaksa dan 1 bu jaksa bagian pengawasan. Sebelumnya mesti mencari dulu ruangan yang kosong tapi tidak ada, akhirnya meminjam satu ruangan kerja di situ. Aneh, namanya gedung pengawasan tapi tidak ada ruangan khusus untuk itu.
        Mereka mencecarku dengan berbagai pertanyaan seputar pernikahanku. Klarifikasi katanya, tapi bagiku lebih ke penyelidikan. 2 jaksa bertanya berbarengan atau malah 3 jaksa bertanya berbarengan, bikin telingaku bingung mendengarkan dan kepalaku pusing. 
        Pagi tadi aku sempat bertanya pada mantanku: "Kemarin kamu ditanya apa aja?" eh dijawab: "Ditanya udah makan belum?" Sesantai itu jawabnya. Kok bisa? Aku aja yang bukan apa-apanya merasa sangat cemas, dia malah santai.
Memang kuakui ketiga jaksa tersebut ramah dan hormat kepadaku. Ah aku jadi  merasa tak pantas dihormati seperti itu, karena aku belum sukses.


        Pemanggilan aku ke sini berkaitan dengan pengaduanku dulu, tapi yang kurasakan kenapa lebih banyak ke klarifikasinya. Tapi pada akhirnya aku meminta tolong pada mereka untuk mengingatkan dan menghimbau mantanku mengenai kesepakatan dulu agar segera direalisasi. Ini memang sisi kemanusiaan bukan sisi hukumnya. Mereka juga menanyakan apa lagi yang perlu 
disampaikan ke mantanku, kujawab cukup hal itu saja.
        Aku sangat mencemaskan karier mantanku, tapi toh aku hanya menjawab semua pertanyaan dengan jujur. Lagipula semua data sebenarnya sudah ada pada berkas yang kukirimkan dulu. Benar, bahwa mereka hanya klarifikasi. Tapi yang aku pikirkan justru dampaknya bagi mantanku. Lagi-lagi aku lebih memikirkan orang lain daripada diriku sendiri. Aneh!
        Kalaupun ada pelanggaran yang dilakukan mantanku semoga itu tak berdampak pada kariernya. Kupikir posisinya sekarang sangat strategis karena dekat dengan pimpinan. Sebagai staf khusus pimpinan (Kajagung) tentu dia dekatnya intens dengan pimpinannya itu, apalagi suka diajak saat berkunjung ke daerah-daerah. 
        Hal yang aku tangkap saat berada di gedung pengawasan adalah mereka para jaksa yang ramah, juga hubungan antar merekapun baik maupun antara pimpinan dan bawahan sama baiknya.
        Sepulang dari Kejagung, aku sms mantanku: "Wis". Dia membalas: "Yo, trims. Aq lg ono tugas ke setneg".  Kok GR aku kan gak minta diantar atau ketemuan, lagipula aku sudah keluar dari lingkungan Kejagung kok. Dan "trims" untuk apa? 
Mengapa sesantai itu? Bukankah kedatanganku justru bisa saja mengancam kariernya? Tapi jelas aku tak bermaksud begitu. Sungguh!
        Sebenarnya aku biasa menyederhanakan masalah bukannya merumitkan masalah seperti ini. Mendengarkan pendapat sekelilingku membuatku terpaksa menjalani semua ini dan juga keputusan yang payah. Pada akhirnya aku yang capai sendiri dan menanggung kecemasan yang amat sangat ini. Barangkali aku bertanya pada orang yang kurang tepat. Semua telah terjadi, aku tunggu saja keputusan Tuhan selanjutnya.  
       

0 comments: