Sunday, May 24, 2015

Saat Aku di Rumah Sakit


Aku sangat hargai bagaimana kiprah Dinda, anakku dalam menanganiku yang sedang tak berdaya. Aku sangat mengerti bagaimana paniknya dia sesaat begitu kjecelakaan terjadi. Aku yang pingsan tentu tak tahu menahu tentang hal ini. 

Beruntunglah tak banyak kendaraan besar yang lewat. Beruntunglah ada mas tukang parkir dan mas penjual burung yang saling berseberangan tempat yang turut membantu Dinda. Waktu sudah malam dan hujan lagi, maka tentunya jalanan menjadi sepi. Dan, ada sebuah mobil yang kemudian membawa kami ke RS dr Oen agar aku segera ditangani. 

Beberapa orang terdekat dan family pun segera dihubungi agar menengokku. Yang menghubungi beberapa pihak adalah orang yang mengantar aku dengan mobilnya, HPku yang dipakai. Ada satu family yang menuduh si bapak sebagai penipu. Oh maafkanlah dia. Keesokan harinya family Semarang yang merupakan keluarga mantanku berdatangan dengan dua buah mobil. Family dari Yogyakarta pun berdatangan sesudahnya. Aku ucapkan terima kasih khususnya kepada keluarga mantan Semarang yang sudah jauh2 datang membawa uang dan makanan, bahkan ada yang membelikan guling dan karpet untuk Dinda tidur saat menjagaku. 

Yang aku ingat aku terjaga ketika sedang dibawa dari ruang ICU ke ruang rawat inap. Syukurlah tak ada yang perlu dikhawatirkan. Aku baik2 saja. Beberapa tetanggaku yang baru dan teman2ku berdatangan menengokku. Syukurlah. Beberapa hari Dinda tak dapat masuk sekolah, papanya yang di Ciamis menelpon ke gurunya memintakan ijin. Beberapa teman Dinda pun ikut menengokku. 

Namun ada hal yang sangat mengkhawatirkan yaitu bahwa kucingku bernama Melly mati di rumah baru. Temenku bilang bahwa Melly udah diserahkan ke tukang kebun perumahan untuk dikuburkan. Dinda kemudian membawa dua kucing yang masih hidup untuk diperiksakan dan dititipkan ke klinik kucing. Aku maklum taka da yang mengurus kucing2 itu kecuali aku. Dan, Melly memang terlihat lemah saat aku beli di pasar hewan.

 Setelah dirawat selama 6 hari, akhirnya aku diperbolehkan pulang untuk kemudian kontrol ke dokter di waktu yang ditentukan. Sehari di rumah, aku ditelpon klinik hewan kalau salah satu kucingku tak bertahan lagi. Aku sedih banget. Sekarang giliran Micko yang pinter mijit yang mati. Aku menyerahkan penguburan Micko ke pihak klinik. Tak sanggup rasanya aku melihatnya. Sementara Mella aku bawa pulang. Namun beberapa hari kemudian Mella pun terlihat semakin lemah. Dinda mengusulkan membawanya ke dokter hewan terdekat, iyalah. Dokter segera memberi suntikan dan infus, namun seakan tindakan2 itu semakin memperlemah Mella saja. Akhirnya Mella pun tak tertolong. Mella yang paling lincah pun meninggalkan aku. Kini, aku tak punya kucing seekor pun. 

Aku berkonsentrasi pada penyembuhanku dulu sebelum menangani proyek lain, eh proyek kerennya. Mulai menulis naskah buku lanjutan dari yang sudah dikirim ke penerbit dan mulai usaha pakan ternak aku tunda dulu. Semua toh belum memungkinkan.

0 comments: