Sunday, June 1, 2014

Perhatian Seorang Papa

Perhatian Seorang PAPA

Membaca status di facebook yang aku bagikan di bawah ini mengingatkanku pada hari ultah anakku yang jatuh pada tanggal 25 Mei 2014 tepat di Hari Minggu.  Itu merupakan ultahnya yang ke-lima belas, sudah remaja. Tak ada perayaan apapun. Papanya berada di Jakarta dan kami berdua tinggal di Solo. Meskipun kami sudah bercerai, namun di hari ultah anak seharusnya dia paling tidak mengucapkan selamat ulang tahun. Tapi sekedar ucapan pun tak ada, apalagi kedatangannya ataupun hadiahnya. Aku sungguh prihatin dengan hal ini, juga kasihan pada anakku. 

Sebagai seorang remaja puteri tentu perhatian dari ayahnya sangat dibutuhkan. Meski tak teucapkan tetapi aku paham bahwa dia membutuhkan figur seorang ayah. Dulu sewaktu masih kecil bila ada tamu pria, maka dia akan bertindak caper (cari perhatian). Maklumlah papanya bertugas di luar kota bahkan luar pulau, jadi kehadirannya di rumah sangat jarang. Namun sekarang, aku sangat menjaga diriku dari fitnah bila ada teman pria yang datang ke rumah. Untuk itu sebisa mungkin aku batasi kedatangan tamu pria.

Kembali ke masalah ultah tadi. Alasannya kenapa papanya tidak menelpon adalah karena HP anakku tidak bisa dihubungi, maklumlah kehabisan pulsa langganan. Dia, papanya tak sudi bila harus menelpon lewat HP-ku. Ya sudahlah, sebuah alasan yang tak masuk di akal sehat. 

Beruntunglah bahwa di hari ultahnya ada seorang yang baik hati mengucapkan bahkan menyanyikan "Happy Birthday" lewat HP ke anakku. Anakku sampai tertawa-tawa mendengar temanku menyanyikan lagu ultah. Temanku yang dipanggil oom oleh anakku  ini tinggal di Jakarta juga, cukup sering menelpon anakku. Aku dan anakku berucap terima kasih padanya.

Status facebook tersebut adalah sebagai berikut:

SAYA INGIN BELI WAKTU PAPA

Steven adalah seorang karyawan perusahaan yang cukup terkenal di Jakarta, memiliki dua putra. Putra pertama baru berusia 6 tahun bernama Leo dan putra kedua berusia dua tahun bernama Kristian. Seperti biasa jam 21.00 Steven sampai di rumahnya di salah satu sudut Jakarta, setelah seharian penuh bekerja di kantornya. Dalam keremangan lampu halaman rumahnya dia melihat Leo putra pertamanya di temani Bik Yati, pembantunya menyambut digerbang rumah.

“Kok belum tidur Leo?” sapa Steven sambil mencium anaknya. Biasanya Leo sudah tidur ketika Steven pulang dari kantor dan baru bangun menjelang Steven berangkat ke kantor keesokan harinya.
“Leo menunggu papa pulang, Leo mau tanya, gaji papa itu berapa sih Pa?” kata Leo sambil membuntuti papanya.
“Ada apa nih,kok tanya gaji papa segala?”
“Leo cuma pingin tahu aja kok pah?”
“Baiklah coba Leo hitung sendiri ya. Kerja papa sehari di gaji Rp.600.000,-, nah selama sebulan rata-rata dihitung 25 hari kerja. Nah berapa gaji papa sebulan?”
“Sehari papa kerja berapa jam Pa?”
“Sehari papa kerja 10 jam Leo, nah hitung sana, Papa mau melepas sepatu dulu.”

Leo berlari ke meja belajarnya dan sibuk mencoret-coret dalam kertanya menghitung gaji papanya. Sementara Steven melepas sepatu dan meminum teh hangat buatan istri tercintanya.
“Kalau begitu,satu bulan Papa di gaji Rp.15.000.000,-,yah Pa? Dan satu jam papa di gaji Rp.60.000,-.” Kata Leo setelah mencoret-coret sebentar dalam kertasnya sambil membuntuti Steven yang beranjak menuju kamarnya.

“Nah, pinter kamu Leo. Sekarang Leo cuci kaki lalu bobok.” Perintah Steven,namun Leo masih saja membuntuti Steven sambil terus memandang papanya yang berganti pakaian.
“Pah, boleh tidak Leo pinjam uang Papa Rp.5.000,- saja?” tanya Leo dengan hati-hati sambil menundukkan kepalanya.
“Sudahlah Leo,nggak usah macam-macam, untuk apa minta uang malam-malam begini. Kalau mau uang besok aja, Papa kan capek mau mandi dulu. Sekarang Leo tidur supaya besuk tidak terlambat ke sekolah!”
“Tapi Pah…”
“Leooo!!! Papa bilang tidur!” bentak Steven mengejutkan Leo.

Segera Leo beranjak menuju kamarnya. Setelah mandi Steven menengok kamar anaknya dan menjumpai Leo belum tidur. Leo sedang terisak pelan sambil memegangi sejumlah uang. Steven nampak menyesal dengan bentakannya. Dipegangnyalah kepala Leo pelan dan berkata: “Maafkan Papa ya nak. Papa sayang sekali pada Leo.” ditatapnya Leo anaknya dengan penuh kasih sambil ikut berbaring di sampingnya.

“Nah katakan pada Papa,untuk apa sih perlu uang malam-malam begini. Besok kan bisa, jangankan Rp.5.000,- lebih banyak dari itupun akan papa kasih.”
“Leo nggak minta uang Papa kok, Leo cuma mau pinjam. Nanti akan Leo kembalikan, kalu Leo udah menabung lagi dari uang jajan Leo.”
“Iya, tapi untuk apa Leo?” tanya Steven dengan lembut.
“Leo udah menunggu papa dari sore tadi, Leo nggak mau tidur sebelum ketemu Papa. Leo pingin ngajak Papa main ular tangga. Tiga puluh menit saja. Ibu sering bilang bahwa waktu papa berharga. Jadi Leo ingin beli waktu Papa.”

“Lalu.” tanya Steven penuh perhatian dan kelihatan belum mengerti.
“Tadi Leo membuka tabungan, ada Rp. 25.000,-. Tapi karena Papa bilang satu jam papa dibayar Rp.60.000,- maka untuk setengah jam berarti Rp. 30.000,-. Uang tabungan Leo kurang Rp. 5.000,-. Maka Leo ingin pinjam pada Papa. Leo ingin membeli waktu papa setengah jam saja, untuk menemani Leo main ular tangga. Leo rindu pada papa.” Kata Leo polos dengan masih menyisahkan isakannya yang tertahan.

Steven terdiam, dan kehilangan kata-kata. Bocah kecil itu dipeluknya erat-erat, bocah kecil yang menyadarkan bahwa cinta bukan hanya sekedar ungkapan kata-kata belaka, namun berupa ungkapan perhatian dan kepedulian.

Menurut cerita di atas si anak ingin ditemani main ular tangga tiga puluh menit saja karena selama ini ayahnya tidak ada waktu untuk anaknya. Untuk itu si anak ingin membeli waktu ayahnya yang tiga puluh menit itu. Ini tentang kehadiran.  

Bagaimana dengan masalah telpon? Apakah sebelum ultah anakku harus kirim pulsa dulu ke papanya agar saat anakku ultah papanya bisa menelpon? Lalu di mana letak perhatian seorang PAPA?


Inspirasi dari sini.

0 comments: