Rose is love

Mawar identik dengan cinta karena mawar bisa mengungkapkan betapa indahnya cinta, betapa romantisnya cinta.

Wanita

Wanita ibarat kelembutan yang rapuh, namun wanita memiliki kekuatan yang dasyat tak terkira.

Solo

Solo atau Surakarta merupakan kota eks karesidenan di Jawa Tengah. Solo adalah kota yang sangat berkembang tak kalah bersaing dengan kota-kota lain di Indonesia.

Embun Pagi

Embun menetes tiap pagi hari, menyentuh dedaunan, bunga-bunga, dan segala permukaan di bumi. Embun sungguh menyejukkan hati kita, membeningkan pikiran kita.

Kucing

Kucing adalah hewan yang paling menyenangkan. Tingkah polahnya yang lucu bisa menghalau galau dan menggantikannya dengan senyum bahkan tawa.

Showing posts with label puisi kahlil gibran. Show all posts
Showing posts with label puisi kahlil gibran. Show all posts

Saturday, February 1, 2014

HUKUM DAN KEADILAN (Kahlil Gibran)



Ketika rohmu sudah mengembara di atas angin, saat kau sendiri, tak berjaga-jaga dan terlena, detik itulah kau berbuat kesalahan pada orang lain, dan karena itu melakukan kesalahan terhadap dirimu sendiri pula. Untuk kesalahan yang telah kau perbuat itu, kau harus mengetuk, demi terbukanya pintu, dan menunggu diam-diam beberapa waktu, di gapura orang-orang yang dikaruniai restu. 

Roh sucimu laksana samudra, yang tiada ternoda sepanjang masa, bagaikan uap ether dia hanya kuasa mengangkat dia yang bersayap ke angkasa. Bagaikan sang suryalah dia, roh sucimu, tak dikenalnya liang-liang tikus, lubang-lubang ularpun dia tak tahu. Namun dalam manusia roh suci tiada sendiri. Dalam dirimu, manusia tetaplah masih manusia, sebagian dari padamu malah masih belum bersifat manusia. 

Dan sesosok bayangan makhluk kerdil tanpa bentuk, yang mengembara dalam tidurnya di tengah kabut, mencari kebangkitannya. Dan tentang dirimu sebagai manusia aku hendak bicara, sebab dialah, dan bukan roh suci dalam pribadi,bukan pula si kerdil yang dalam kabut meraba-raba, yang mengenali arti kejahatan dan hukuman yang menanti. 

Seringkali kudengar kau bicara tentang orang yang bersalah, seolah-olah dia bukan seorang kerabat, tapi asing bagimu, seseorang yang hadir di duniamu, bagai pengganggu. 

Tetapi aku berkata kepadamu, bahwa orang bijaksana dan paling keramat pun, tak mungkin lebih unggul derajatnya daripada percik api tertinggi, yang bersemayam tersembunyi dalam setiap pribadi. 

Maka oleh sebab itu, yang jahatdan paling watak pun, tak mungkin jatuh lebih hina, dariunsur terendah manusia, yang juga bersarang dalam dirimu. 
Dan karena sehelai daun pun tak dapat menguning tanpa sepengetahuan seluruh pohon, walau diam-diam. Demikian pulalah si salah tak dapat berbuat salah, tanpa keinginan nafsu sekalian manusia, walaupun terpendam. 
Laksana iring-iringan kalian berjalan, bersama menuju roh suci, kalian sebagai pejalan, sekaligus perintisjalan itu sendiri. Dan bila seorang di antaramu sampai jatuh tersandung, kejatuhan itu demi kebaikan mereka yang di belakang, sebuah peringatan adanya bahaya, batu yang menghalang. 

Ya, bahkan dia pun telah tersungkur lebih tegap dan lebih mantap, namun telah alpa menyingkirkan batu perintang jalan. Masih ada pesan lagi, walau mungkin ucapanku nanti akan berat membebani hati. Orang yang terbunuh, tidak bebas dari tanggungjawab pembunuhannya. Orang yang dirampok. Tidak terlepas dari sebab musabab perampokannya. Orang yang tertipu tak sepenuhnya suci dari sebab perbuatan si penipu. Dan orang yang jujur, tak seluruhnya bersih dari sebab perbuatan si curang. Ya, si durhaka seringkali jadi korban daripada korbannya. Dan lebih sering lagi di terkutuk menjadi kuda penanggung beban. 

Bagi mereka yang tanpa salah, serta tanpa noda. Tak dapat kita pisahkan antara yang adil dengan yang zalim, antara kebaikan dengan kejahatan, sebab keduanya tergelar di hadapan wajah sang matahari, sebagaimana benang tenun hitam dan putih suci, bersama membentuk sehelai kain. 

Dan bila sesekali putuslah benang hitam, penenun mestilah memeriksa seluruhnya, alat penenun pun diteliti pula. Pabila seseorang akan menghakimi wanita zinah, biaralh ia menimbang dahulu hati suaminya, dengan anak timbangan, dan mengukur jiwanya dengan pita ukuran. Dansilahkanlah ia, yang ingin mencambuk si durhaka menyelami lubuk hati yang dikhianati. 

Dan apabila seseorang akan menjatuhkan hukuman, atas nama Sang Hukum, demi tegaknya Keadilan, dia ayunkan kapak ke arah pohon yang dihinggapi setan, biarlah dia melihat dahulu akan pohon itu. Di sinilah akan didapatkannya, akar-akar kebaikan, akar keburukan, akar yang mengandung kemungkinan harapan, dan akar yang sia-sia, hanya berisi kemandulan. Semua teranyam dalamjalinan mesra di jantung bumi yang diam. 

Dan kalian, o hakim-hakim yang harus adil. Apakah hukuman yang kau jatuhkan padanya, meski jujur di dalam jasmaninya, ternyata curang di dasar hatinya. Putusan apa yang kau berikan kepada dia, yang menyembelih manusia, namun dirinya telah tersembelih dalam jiwa? Dan bagaimana pula kau tuntut si dia, namun juga terlukadan dendam jadinya? 

Dan apa tuntutanmu bagi yang berdosa yang telah tersiksa oleh penyesalan, melebihi besarnya tindak pelanggaran? Bukankah penyesalan merupakanpengadilan, langsung dijatuhkan oleh Sang Hukum, yang sungguh-sungguh ingin kau abdi> Mustahil engkau masukkan rasa penyesalan ke dalam hati orang yang tak bersalah. Pun pula mustahil kau akan mencabut niat taubat dari sanubari insan yang memang bersalah. 

Tanpa diminta, sesal yang pedih akan menyelinap di tengah malam, membangunkan manusia agar terjaga dan mawas diri dari dalam-dalam. Dan kau yang berhasrat memahami keadilan,betapa kau akan mengerti, tanpa meninjau segala perbuatan, dalam terang benderang cahaya surya? Hanyalah demikian kau akan jadi paham, bahwa dia yang tegak dan dia yang jatuh, hanyalah orang yang sama jua. Berdirilah ia di keremangan senja, antara malam si makhluk kerdil, dan siang pribadi roh suci. Pun akan kau sadari, bahwa batu pertama pura tidaklah lebih tinggi dari batu alas yang terendah.

Saturday, January 4, 2014

Panggilan Kekasih (Kahlil Gibran)

Di manakah kau, cintaku? Apakah kau dalam Surga kecil, menyiram bunga yang menatapmu bagai bayi menatap dada ibu-ibu mereka?

Atau kau berada di kamarmu, di mana kuil Kebajikan ditempatkan untuk menghormatimu, dan di mana kau menawarkan hati dan jiwaku sebagai persembahan?

Oh, teman sejiwaku, di manakah kau? Apakah kau sedang berdoa di kuil? Atau memanggil alam di ladang, tempat mimpi-mimpimu?

Apakah kau dalam pondok orang miskin, menghibur kepedihan hati dengan manisnya jiwamu, dan mengisi tangan mereka dengan limpahanmu?

Kau adalah roh Tuhan di mana-mana.

Kau lebih kuat daripada waktu.

Apakah kau memiliki kenangan di hari kita bertemu, ketika halo jiwamu mengelilingi kita, dan Malaikat Cinta mengambang, menyanyikan lagu pujian untuk perbuatan jiwa?

Apakah kau mengumpulkan kembali tempat duduk kita di antara ranting pohon, meneduhkan diri dari Umat Manusia, bagai rusuk melindungi jantung rahasia ketuhanan dari luka?

Ingatkah kau pada jalan dan hutan yang kita lalui, dengan tangan bergandengan, dan kepala saling berdempetan, seolah-olah kita sedang bersembunyi dari diri kita dalam diri kita sendiri?

Ingatkah kau saat aku mengucapkan selamat berpisah, dan ciuman Miriamite kau lakukan di bibirku?

Ciuman itu mengajarkanku persatuan bibir cinta menyingkapkan rahasia di mana lidah tidak dapat mengucapkan!

Ciuman itu adalah pengantar desahan yang dalam, seperti napas Yang Kuasa yang mengubah dunia menjadi manusia.

Desahan itu membawa jalanku menuju dunia spiritual, mengumumkan kemenangan jiwaku, dan di sana aku akan mengabadikannya sampai kita bertemu lagi.

Aku ingat  ketika kau menciumku dan menciumku, dengan airmata mengalir di pipimu, dan kau berkata,

"Tubuh duniawi harus sering berpisah untuk tujuan duniawi, dan harus hidup terpisah karena maksud duniawi.

Namun jiwa tetap bersatu aman di tangan Cinta, sampai kematian datang dan mengambil jiwa-jiwa itu untuk Tuhan.

Pergilah, cintaku; Cinta telah memilihmu sebagai wakilnya.

Patuhilah dia, karena ia adalah Keindahan yang menawarkan pada pengikutnya cangkir manisnya kehidupan.

Untuk tangan hampaku, cintamu akan tetap menjadi pengantinku; kenanganmu, pernikahan abadiku".

Di mana kau sekarang, diriku yang lain? Apakah kau bangun dalam keheningan malam?

Biarkan angin sepoi membawakan padamu setiap detak hatiku dan kasih sayangku.

Apakah kau memanjakan wajahku dalam kenanganmu?

Gambaran itu tidak lagi diriku sendiri, karena kepedihan telah menjatuhkan bayangannya di atas paras bahagiaku di masa lalu.

Tangis telah membasahi mataku yang mencerminkan keindahanmu dan mengeringkan bibirku yang kau maniskan dengan ciuman.

Di manakah kau, sayangku? Apakah kau mendengar tangisanku?

Dari luar samudera? Apakah kau mengerti kebutuhanku?

Apakah kau tahu kebesaran kesabaranku?

Apakah ada jiwa di udara yang mampu membawakan kepadamu napas pemuda yang sekarat ini?

Apakah ada komunikasi rahasia antara malaikat yang akan membawa kepadamu keluhanku?

Di manakah kau,bintang indahku? Kesamaan hidup telah melemparkanku pada dadanya; kepedihan telah menaklukanku.

Terbangkan senyummu di udara, ia akan menjaga.

Aku!

Di manakah kau, sayangku?

Oh, betapa agungnya Cinta!

Dan betapa kecilnya aku!