Ketika rohmu sudah mengembara di atas angin, saat kau sendiri, tak berjaga-jaga dan terlena, detik itulah kau berbuat kesalahan pada orang lain, dan karena itu melakukan kesalahan terhadap dirimu sendiri pula. Untuk kesalahan yang telah kau perbuat itu, kau harus mengetuk, demi terbukanya pintu, dan menunggu diam-diam beberapa waktu, di gapura orang-orang yang dikaruniai restu.
Roh sucimu laksana samudra, yang tiada ternoda sepanjang masa, bagaikan uap ether dia hanya kuasa mengangkat dia yang bersayap ke angkasa. Bagaikan sang suryalah dia, roh sucimu, tak dikenalnya liang-liang tikus, lubang-lubang ularpun dia tak tahu. Namun dalam manusia roh suci tiada sendiri. Dalam dirimu, manusia tetaplah masih manusia, sebagian dari padamu malah masih belum bersifat manusia.
Dan sesosok bayangan makhluk kerdil tanpa bentuk, yang mengembara dalam tidurnya di tengah kabut, mencari kebangkitannya. Dan tentang dirimu sebagai manusia aku hendak bicara, sebab dialah, dan bukan roh suci dalam pribadi,bukan pula si kerdil yang dalam kabut meraba-raba, yang mengenali arti kejahatan dan hukuman yang menanti.
Seringkali kudengar kau bicara tentang orang yang bersalah, seolah-olah dia bukan seorang kerabat, tapi asing bagimu, seseorang yang hadir di duniamu, bagai pengganggu.
Tetapi aku berkata kepadamu, bahwa orang bijaksana dan paling keramat pun, tak mungkin lebih unggul derajatnya daripada percik api tertinggi, yang bersemayam tersembunyi dalam setiap pribadi.
Maka oleh sebab itu, yang jahatdan paling watak pun, tak mungkin jatuh lebih hina, dariunsur terendah manusia, yang juga bersarang dalam dirimu.
Dan karena sehelai daun pun tak dapat menguning tanpa sepengetahuan seluruh pohon, walau diam-diam. Demikian pulalah si salah tak dapat berbuat salah, tanpa keinginan nafsu sekalian manusia, walaupun terpendam.Laksana iring-iringan kalian berjalan, bersama menuju roh suci, kalian sebagai pejalan, sekaligus perintisjalan itu sendiri. Dan bila seorang di antaramu sampai jatuh tersandung, kejatuhan itu demi kebaikan mereka yang di belakang, sebuah peringatan adanya bahaya, batu yang menghalang.
Ya, bahkan dia pun telah tersungkur lebih tegap dan lebih mantap, namun telah alpa menyingkirkan batu perintang jalan. Masih ada pesan lagi, walau mungkin ucapanku nanti akan berat membebani hati. Orang yang terbunuh, tidak bebas dari tanggungjawab pembunuhannya. Orang yang dirampok. Tidak terlepas dari sebab musabab perampokannya. Orang yang tertipu tak sepenuhnya suci dari sebab perbuatan si penipu. Dan orang yang jujur, tak seluruhnya bersih dari sebab perbuatan si curang. Ya, si durhaka seringkali jadi korban daripada korbannya. Dan lebih sering lagi di terkutuk menjadi kuda penanggung beban.
Bagi mereka yang tanpa salah, serta tanpa noda. Tak dapat kita pisahkan antara yang adil dengan yang zalim, antara kebaikan dengan kejahatan, sebab keduanya tergelar di hadapan wajah sang matahari, sebagaimana benang tenun hitam dan putih suci, bersama membentuk sehelai kain.
Dan bila sesekali putuslah benang hitam, penenun mestilah memeriksa seluruhnya, alat penenun pun diteliti pula. Pabila seseorang akan menghakimi wanita zinah, biaralh ia menimbang dahulu hati suaminya, dengan anak timbangan, dan mengukur jiwanya dengan pita ukuran. Dansilahkanlah ia, yang ingin mencambuk si durhaka menyelami lubuk hati yang dikhianati.
Dan apabila seseorang akan menjatuhkan hukuman, atas nama Sang Hukum, demi tegaknya Keadilan, dia ayunkan kapak ke arah pohon yang dihinggapi setan, biarlah dia melihat dahulu akan pohon itu. Di sinilah akan didapatkannya, akar-akar kebaikan, akar keburukan, akar yang mengandung kemungkinan harapan, dan akar yang sia-sia, hanya berisi kemandulan. Semua teranyam dalamjalinan mesra di jantung bumi yang diam.
Dan kalian, o hakim-hakim yang harus adil. Apakah hukuman yang kau jatuhkan padanya, meski jujur di dalam jasmaninya, ternyata curang di dasar hatinya. Putusan apa yang kau berikan kepada dia, yang menyembelih manusia, namun dirinya telah tersembelih dalam jiwa? Dan bagaimana pula kau tuntut si dia, namun juga terlukadan dendam jadinya?
Dan apa tuntutanmu bagi yang berdosa yang telah tersiksa oleh penyesalan, melebihi besarnya tindak pelanggaran? Bukankah penyesalan merupakanpengadilan, langsung dijatuhkan oleh Sang Hukum, yang sungguh-sungguh ingin kau abdi> Mustahil engkau masukkan rasa penyesalan ke dalam hati orang yang tak bersalah. Pun pula mustahil kau akan mencabut niat taubat dari sanubari insan yang memang bersalah.
Tanpa diminta, sesal yang pedih akan menyelinap di tengah malam, membangunkan manusia agar terjaga dan mawas diri dari dalam-dalam. Dan kau yang berhasrat memahami keadilan,betapa kau akan mengerti, tanpa meninjau segala perbuatan, dalam terang benderang cahaya surya? Hanyalah demikian kau akan jadi paham, bahwa dia yang tegak dan dia yang jatuh, hanyalah orang yang sama jua. Berdirilah ia di keremangan senja, antara malam si makhluk kerdil, dan siang pribadi roh suci. Pun akan kau sadari, bahwa batu pertama pura tidaklah lebih tinggi dari batu alas yang terendah.