Friday, October 31, 2014

Ingin Pergi

Ingin Pergi

Udara pagi ini sangat cerah. Aku ingin pergi bareng keluarga dengan mobil sendiri. Tujuanku sebuah tempat wisata yang indah pemandangannya dan enak makanannya. Tentu saja kami akan menginap di sebuah hotel yang nyaman dan asri. 

Sepanjang perjalanan kami saling bercerita dan bersendau-gurau, dengan ditemani camilan ringan dan iringan musik yang hangat. Week end itu berarti hari libur, jadi kami manfaatkan waktu sebaik-baiknya. Yang biasanya jarang bercerita tentang dirinya, kini saatnya untuk bercerita ... apa saja. 

Hawa sejuk pegunungan dan pemandangan yang memanjakan mata membuatku bernafas sepuas-puasnya. Alangkah indahnya hidupku, mempunyai suami yang ganteng dan anak yang baik. Soal keuangan tak menjadi masalah, karena baik suami maupun aku mempunyai penghasilan. Hore .... 

Tiba-tiba airmataku menggenang, aku menangis. Itu semua baru merupakan anganku saja. Nyatanya hidupku masih morat-marit dan belum punya suami lagi. 

Dulu sebelum menikah aku bisa menikmati mengendarai mobilku sendiri, sebuah sedan Honda Civic th 1988. Itu di tahun 1996 dan mobilku berumur 8 tahun. Sayang anakku belum lahir, jadi aku belum sempat mengajaknya jalan-jalan. 

Sebenarnya suamiku waktu itu sebelum bercerai juga sudah memiliki sebuah mobil, namun sayang belum pernah sekali pun anak dan istrinya ini diajaknya jalan-jalan. Aku tahu maksudnya adalah untuk menyembunyikan hartanya, termasuk mobil tersebut. Ketika aku tanya, dia tak mengakui mobil itu sebagai miliknya. Terakhir dia terpaksa mengantar aku dan anakku ke travel Joglosemar jurusan Solo dengan mobil Honda Jazznya yang berwarna putih. Itu pun jaraknya tergolong dekat, dari jalan Bima ke jalan Pemuda Semarang. Waktu itu adiknya menikah, dan mobil itulah yang dipakai sebagai mobil pengantin. Adiknya yang meminta meminjam mobil masnya, aku mendengarnya. Tentu saja kami pergi sebentar dengan mobil itu setelah segala hiasannya dilepas. 

Aku sering merasa bingung ketika aku ingin pergi ke suatu tempat tapi anakku menolak kalau hanya mengendarai sepeda motor. Memang sudah seharusnya dia menjalani standar hidup yang lebih baik termasuk bisa pergi dengan mobil sendiri mengingat keberadaan papanya. 

Kini, aku harus bisa terima kenyataan hidup ini, sementara saja. Aku yakin semua akan menjadi baik, sebentar lagi. Bila yang kuangankan di awal cerita belum menjadi kenyataan, ya aku terima saja dulu. Aku yakin semua akan indah pada waktunya.

0 comments: