Wednesday, April 2, 2014

Harusnya Seorang Ayah

Harusnya Seorang Ayah

Ada seorang kakek yang sedang sakit tinggal sendirian di rumah sebelah. Hampir tiap saat dia mengerang kesakitan. Sering aku membantunya dengan memberi minuman panas, makanan atau memanggilkan orang yang bisa membantunya sekedar berdiri atau duduk. Pernah semalaman aku tak tidur karena sangat terganggu dengan erangannya. Dan, tentu saja aku membantu sebisaku.

Dia sehari-harinya dibantu seorang wanita tengah baya yang galaknya minta ampun. Barangkali dia begitu karena belum menikah juga di umurnya yang sudah lewat lima puluh tahun. Atau barangkali juga karena sifatnya yang galak dan cerewet itulah maka dia belum menikah juga. 

Wanita ini, nemanya mbak Sri Rejeki atau sebut saja mbak Jeki, tinggal tepat di belakang rumah si kakek. Jadi tidak mengherankan apabila kakek sering teriak-teriak memanggil mbak Jeki ini. Meskipun tinggalnya di belakang rumah, namun untuk mencapai rumah kakek harus berjalan memutar dulu karena sudah ada tembok yang menghalangi. 

Sebetulnya kakek punya dua anak wanita dari dua istri yang sudah bercerai dengannya. Anak bungsunya sesekali menengoknya, itupun kalau ada yang sms memintanya datang. Sementara anak sukungnya sama sekali sudah tidak menggubrisnya. Putus hubungan antara anak dan ayah, itulah tepatnya. Mengapa bisa demikian? Aku tak tahu persis bagaimana ceritanya. 

Dari ketidakpedulian anak-anaknya terhadap ayahnya yang sedang sakit membuatku berpikir: pasti ada sesuatu alasan di balik semua itu. Ternyata itu benar adanya.

Anak bungsunya pernah bercerita kepadaku bahwa sejak kecil ayahnya tak pernah tidur di rumah, mungkin maksudnya jarang tidur di rumah. Dan tentu saja sangat tidak memperhatikannya. Orangtuanya bercerai sejak dia masih SD. Sejak itupun ayahnya tak pernah membeayai pendidikannya. Hanya ibunyalah satu-satunya yang mengurusnya. Banyak hal yang diceritakannya, seperti misalnya dia pernah diludahi oleh kakak tiri satu-satunya. Semua itu membuatku maklum, apalagi bila tetangga juga lebih membela anak bungsu ini. Akupun ikut memaklumi keadaan ini.

Dari cerita di atas dapat disimpulkan bahwa anak adalah titipan Tuhan. Sudah seharusnya seorang ayah  menjaga dan memperhatikan semua kebutuhannya akan materi, kehadiran dan kasih sayang. Jangan pernah lupakan kebutuhan anak. Ingat bahwa kita sebagai orangtua tak selamanya gagah. Suatu saat, di hari tua nanti pasti kita butuh perhatian dan kehadiran dari anak-anak kita. Maka dari itu jangan sekali-sekali abaikan anak-anak kita. Jangan tinggalkan anak-anak hanya demi kesenangan bersama teman-teman apalagi bersenang-senang bersama para wanita yang tak semestinya. Bagaimanapun hukum karma masih berlaku dan akan tetap berlaku.

Artikel Terkait :

Sehat Ala Boyke 


0 comments: