“............ itulah mengapa ikut menulis di buku antologi itu penting”
Kalimat di atas lebih ditujukan kepada diriku sendiri yang tidak mempunyai kompetensi apapun dalam penulisan buku apapun.
Kemarin pagi aku datangi sebuah kantor penerbitan besar di kotaku untuk menawarkan naskah buku ketrampilan membuat aksesori wanita. Beberapa saat aku menunggu di sofa ruang pamer buku, kemudian datang seorang pria yang menerima kedatanganku. Naskah dan surat-surat dikeluarkan dari amplop. Dia memandangi sekilas sampul naskah dan mulai membuka naskahku. Aku merasa dia tak tertarik, yang dapat dilihat dari wajahnya yang lempeng-lempeng saja. Itu memang benar.
Dia mengatakan bahwa penyerapan pasar untuk buku seperti ini kurang banyak. Memang penerbit ini pernah menerbitkan buku ketrampilan tetapi disertai dengan perhitungan peluang bisnisnya, pokoknya dihubungkan dengan bisnis. Kemudian aku tawarkan bagaimana kalau aku tambahkan perhitungan bisnisnya, dia menolak. Kemudian dia bertanya apakah aku bergelut di dunia ini, aku jawab tidak, hanya hobi. Aku mengatakan pernah mempunyai usaha di bidang handicraft dari batik. Ah itu tidak relevan.
Ya sudah. Aku akan tawarkan ke penerbit yang lain lagi. Mungkin perlu ada yang dikoreksi, diperbaiki atau ditambahkan. Aku sudah bosan membacanya berulang kali. Yang jelas dalam hal ini aku tak mempunyai kompeten di bidang yang aku tulis. Aku bukan pelaku usaha di bidang ini. Penerbit melihat siapa penulisnya. Jadi biografi penulis yang meskipun sekilas dibaca sangat menentukan sebuah naskah pantas diterbitkan atau tidak.
Aku mulai berpikir, bagi orang sepertiku yang tak mempunyai kompeten di bidang apapun cukup sulit untuk menulis bidang-bidang tertentu. Lalu kalau menulis fiksi? Tentu juga akan ditanya apakah pernah menulis sebelumnya. Seperti halnya orang yang melamar pekerjaan akan ditanya tentang pengalaman kerjanya, begitu juga penulis. Pengalaman menulis buku dan atau kompetensi penulis, itulah yang menjadi pertimbangan penerbit. Tentang isi tulisan? Mungkin bobotnya cuma lima puluh persen, yang lima puluh persen lagi adalah kompetensi dan atau pengalaman menulis buku.
Maka dari itu, ikut menulis di buku antologi atau buku bareng-bareng itu sangat penting terutama bagi penulis pemula. Hal ini tentu bisa menjadi pertimbangan penerbit. Aku harus lebih aktif menulis di buku antologi dulu baru menulis buku solo. Sebetulnya sudah empat kesempatan menulis di buku antologi yang aku ikuti tetapi semuanya masih dalam proses diterbitkan. Sementara dua naskah buku ketrampilanku pun sudah selesai. Naskah kedua akan aku kirimkan ke penerbit dalam waktu dekat, semoga bisa diterbitkan.
2 comments:
belum berjodoh dengan penerbit itu, mbak..coba aja penerbit lain..antologi bisa mengasah kemampuan nulis kita tapi kadang pada keasyikan nge-antologi dan lupa untuk nulis buku sendiri, yang tentu saja lebih nikmat rasanya :)
iya mbak maklum masih pemula jd belum banyak tau medannya.
Post a Comment