Tiba-tiba aku menemukan foto repro ini di HPku. Foto ini diambil oleh seorang tukang foto yang ada di acara waktu itu, lomba balita. Hmm sudah lama event itu mungkin lebih dari sepuluh tahun lalu.
Adakah kegetiran itu terlihat di wajahku? Yah, memang memang hanya berdua dengan anakku saja seringnya. Waktu dan perhatiannya memang sedikit sejak dulu, apalagi waktu itu dia sedang tugas di Rembang atau Ketapang Kalbar.
Tak pernah sekalipun dia mengajak aku serta Dinda untuk main ke kota tempatnya berdinas. Mungkin saja dia menyembunyikan status nikahnya. Ya mau dibilang apa lagi, sudahlah. Aku merasa berpijak dengan hanya sebelah kaki, kelimpungan sebenarnya. Jujur kukatakan bahwa aku sering merasa stress menghadapi semua itu. Terkadang aku takut terlihat seperti orang kurang waras. Telah aku kuat-kuatkan hatiku dalam menghadapinya. Kalo masalah menangis ya seringlah, apalagi aku harus menghidupi aku dan anakku. Bantuan dari dia jelas untuk anak saja tak cukup.
Sungguh sangat mengherankan, tapi apa dayaku siapa yang membelaku mengingat keluarga sudah tidak ada lagi. Kukira setelah dia sukses kariernya dan mendapatkan peluang kuliah lagi S2 dan S3 dia akan membalas semua pengorbananku, ternyata tidak. Dia malah sibuk mencari pendamping baru. Beberapa cewek itu sempat menghubungiku dan memaki-makiku padahal aku tidak menyerang sedikitpun. Aku terlalu lugu nampaknya, hingga diinjak-injak harga diriku seperi itu.
Semua telah berlalu. Hanya satu yang kuinginkan agar dia bertanggungjawab secara ekonomi terhadap segala kebutuhan kami, mantan istri dan anaknya.