Sejak saat itu ada rasa bersalah yang seolah mengejarku. Aku tahu bahwa kamu sangat tertarik padaku. Namun penolakan yang kuberikan seolah meluluhlantakkan pengharapanmu dan terlebih semangat hidupmu.
Sudah kukatakan sejak awal bahwa aku cuma iseng menyapamu. Lalu mengapa kamu menganggap serius semua ini? Bukankah ini semacam lelucon yang tak lucu?
Rasa bersalahku semakin menghebat ketika dengan sengaja kubuka dinding rahasiamu, tentu saja tanpa sepengetahuanmu. Dengan bebas kubaca tentang semua perasaanmu terhadapku. Ternyata kamu menyimpan rasa yang teramat dalam terhadapku. Kukibas-kibaskan kenyataan ini namun memang demikianlah adanya.
Kudengar kamu sangat terpuruk karenaku. Berminggu-minggu kamu hanya membaringkan tubuh letihmu di pembaringan. Tak ada asa dan kuasa. Namun aku tak peduli. Aku begitu sombongnya melenggang seolah tanpa rasa berdosa. Pembicaraanmu dengan temanmu tentangku juga aku tahu. Begitu memujanya kamu pada diriku.
Seolah aku telah menelanjangimu di sini, di depan mataku. Aku telah melihatmu telanjang tanpa kamu sadari.
Minggu berganti bulan, dan bulan pun berganti tahun. Kini hampir dua tahun sejak aku menyapamu. Dan, hebatnya kamu tak berubah. Kamu tetap mencintaiku. Begitu pun aku juga tak berubah, tetap sombong tak melayani sapaanmu.
Semakin hari semakin aku tahu tentangmu, pandangan-pandanganmu dan terlebih kisah hidupmu. Terkadang ada obrolanmu yang membuatku tertawa, tapi terlalu banyak kesedihanmu yang akhirnya ikut kurasakan.
Semakin mengenalmu semakin menumbuhkan rasa kagumku padamu. Barangkali tak banyak perempuan yang setabah dirimu dalam menghadapi cobaan hidup yang begitu berat. Aku tahu itu. Aku juga tahu bahwa kamu mengais-ngais rejeki yang tak seberapa. Harusnya hal ini tak terjadi padamu. Semua ini karena ulah bajingan itu kan? Dia yang tak memperdulikanmu selama ini. Lalu apa lagi yang kau harapkan darinya, hah?! Sudahlah, lupakan. Janganlah kau menjadi anjing kurapan yang tak berharga. Hargai dirimu dan yakinlah bahwa kamu bisa.
Ada aku di sini, aku si sombong ini yang selalu memperhatikanmu diam-diam. Ada sesuatu yang berubah dari diriku. Entah sejak kapan kurasakan.
Hampir tiap hari kudengar ceritamu juga keluhanmu. Bila beberapa hari saja aku tak mendengar kabarmu, entah kenapa aku menjadi gelisah. Terkadang aku menyuruh teman untuk menghubungimu, dengan berbagai alasan yang dibuat. Yang penting aku tahu kabar darimu. Sekedar mendengar suaramu saja aku sudah tenang. Yah, aku ikut nguping pembicaraan kalian. Dasar aku si pecundang yang tak berani menghubungimu sendiri. Terus terang aku malu karena telah menolakmu, dulu.
Pernah aku mengirimkan pesan singkat padamu, tentu saja tanpa identitasku. Pesan itu tak kau balas. Begitupun dengan pesan yang kedua. Kamu tetap tak bergeming. Pesan singkat ucapan Natal ku pun hanya kau balas sekadarnya. Memang tak ada identitasku di semua pesan itu, tapi harusnya kamu tahu siapa pengirimnya. Aku jadi semakin gemas saja.
Sering terselip kekhawatiran tentangmu di perasaanku. Perasaan, hah?! Tolong jangan tertawa. Perasaan berbeda tumbuh secara diam-diam di hatiku. Tiba-tiba ada rasa kangen menggelayuti batinku. Aku kangen kamu. Bukankah itu sesuatu yang aneh? Dan lebih aneh lagi bila kukatakan bahwa aku sayang kamu. Sejak kapan, hah?! Ini sungguh kejujuran dari lubuk hatiku terdalam. Entah mengapa Tuhan mempertemukan kita? Bukankah semua hal yang terjadi memang adalah rencanaNya?
Mengapa aku selalu saja mengingkari perasaanku sendiri?
Belakangan aku beranikan untuk lebih intens mengirim pesan untukmu. Kamu mulai saling berbalas pesan denganku. Sampai akhirnya kamu tahu benar siapa aku, meskipun tak kuberikan nama asliku. Inilah aku apa adanya dalam perasaan.
Hari ini adalah Hari Peringatan Kasih Sayang atau orang menyebutnya Hari Valentine.
Kuucapkan HAPPY VALENTINE'S DAY untukmu.