Rose is love

Mawar identik dengan cinta karena mawar bisa mengungkapkan betapa indahnya cinta, betapa romantisnya cinta.

Wanita

Wanita ibarat kelembutan yang rapuh, namun wanita memiliki kekuatan yang dasyat tak terkira.

Solo

Solo atau Surakarta merupakan kota eks karesidenan di Jawa Tengah. Solo adalah kota yang sangat berkembang tak kalah bersaing dengan kota-kota lain di Indonesia.

Embun Pagi

Embun menetes tiap pagi hari, menyentuh dedaunan, bunga-bunga, dan segala permukaan di bumi. Embun sungguh menyejukkan hati kita, membeningkan pikiran kita.

Kucing

Kucing adalah hewan yang paling menyenangkan. Tingkah polahnya yang lucu bisa menghalau galau dan menggantikannya dengan senyum bahkan tawa.

Showing posts with label curhat. Show all posts
Showing posts with label curhat. Show all posts

Monday, March 9, 2015

Bingung

Bingung

Aku sangat tidak mengerti kenyataan bahwa yang kukira dirimu ternyata adalah orang lain. Entah sejak kapan peran berganti. Itu sangat tak terasa. Bagaimana pun suaramu dan suaranya sama, gaya bicarapun sama begitupun gaya penulisan di obrolan pun sama.

Seringkali aku curiga akan hal ini . Beberapa kali aku menanyakan apakah ini adalah kamu, namun jawabannya hanyalah hmm. Aku sedang sibuk jelang pindahan jadi belum sempat menganalisa tentang hal ini.

Mengapa ya hal seperti ini terjadi pada diriku yang penuh harap padamu? Oh pantes saja kamu tidak menemuiku setelah berjanji akan menemuiku beberapa kali. Mungkin saja karena kamu bukanlah kamu yang ada di pikiran dan hatiku.

Aku berharap semoga saja masalah ini segera ada kejelasan. Mengapa harus ada impian yang digantung? Bukankah mudah saja kamu menunjukkan jati dirimu di hadapanku? Mengapa begitu sulitnya? Aku berusaha tak akan kecewa terhadap apapun yang terjadi.

Tolong tunjukkan siapa dirimu.

Sunday, February 15, 2015

Rasa Yang Hanya Padamu

#rangkaiankataromantis

Bertahun telah berlalu, hari berganti dan jam yang berdetak. Rasa ini tetap sama. Meski apa yang terjadi, tak ada yang bisa mengubahnya. Ia tinggal di sana, menetap dan tak mau pergi. Rasa ini hanya padamu.. ya hanya padamu, di sana.

Sering aku ingin menghapus namamu dari ingatanku dan membuangmu dari dalam hatiku, namun aku tak bisa. Kamu masih saja lekat di dasar hatiku dan tak mau pergi. Bagaimana cara aku bisa mengusirmu dari hatiku? Katakan...


Meski beberapa kali kau ingkari janjimu untuk bertemu denganku di sini, namun rasa ini masih tetap ada dan seolah tak terjadi sesuatupun yang menyakitiku. Bagaimana mungkin kau ingkari janji-janjimu sendiri? Mengapa kamu bisa setega ini padaku? Aku tak merasa bersalah apapun, aku hanya mencintaimu. Salahkah aku? 


Aku tak mengerti mengapa rasa ini menjelma kala kupandangi kamu pertama kali, yang hanyalah gambar profil. Sudah gilakah aku? Barangkali, karena aku begitu memujamu. Lebih dari dua tahun bukanlah waktu yang singkat untuk memendam rasaku padamu. Aku tahu bahwa kamu hanyalah makhluk maya yang tak berwujud nyata. Jadi mengapa aku mencintaimu yang maya? Oh Tuhan, mengapa ini terjadi padaku? 


Telah kucoba untuk menjalin cinta dengan pria lain, namun itu tak bisa mengusirmu dari dalam hatiku. Rasa sayangku masih untukmu, rasa yang masih tetap sama seperti pertama kali kita berbincang. 

“HALLO”, kuingat itulah kata pertama darimu yang mengejutkanku, yang membuat seluruh nadiku berhenti sejenak mengalirkan darah, yang membuat mataku berbinar, yang membuat semangat hidupku kembali. Ah kamu!

Aku kangen kamu, itu sudah pasti. Kuharap Tuhan berbaik hati berkenan mempertemukanku denganmu, di sini. Terima kasih kamu telah menjadi sahabat mayaku selama ini. Maya, terkadang tanpa kata hanya isyarat yang hanya kita yang tahu. Hatiku bersorak melihat kamu ada. Begitupun sudah cukup, terkadang.


Hujan gerimis di malam Valentine ini, kuucapkan HAPPY VALENTINE untukmu.
 


Solo, 14 Pebruari 2015

Wednesday, January 21, 2015

Tentang Sebuah Pengakuan


Tentang Sebuah Pengakuan


Talk show televisi kemarin tentang seorang bocah SMP yang bunuh diri dengan gantung diri di dalam lemari. Barusan aku baca di facebook tentang seorang artis Korea Selatan yang bunuh diri dengan memotong tangannya sendiri. Begitu banyak kasus bunuh diri akhir-akhir ini, bahkan sejak dahulu. 

Banyak alasan yang dikemukan sebagai alasan orang bunuh diri, yaitu depresi, sakit tak kunjung sembuh, banyaknya pekerjaan, terjerat hutang, terkena narkoba, dsb. 

Ini tentang sebuah pengakuanku:

Akupun pernah mempunyai keinginan untuk bunuh diri sewaktu SMP. Aku menatap langit-langit rumah berpikir di mana ya sebaiknya aku gantung diri. Aku kesepian di rumah. Orangtua juga sering main paksa, seolah aku ini hanya barang. Aku juga tak boleh keluar rumah tanpa pengawalan dari orangtua. Ke tetangga pun lalu dipanggil pulang. Aku merasa hidup dalam penjara. Aku tak berteman. Bagaimana orang mau berteman denganku yang serba rumit? 

Orangtuaku sering membanding-bandingku dengan teman-teman atau remaja sebaya yang lain. Mereka tak berpikir bagaimana orangtua mereka mendidik sampai menghasilkan anak yang demikian. Bila aku hanya dipasung di rumah saja bagaimana mungkin aku menjadi seperti mereka. Kegiatanku hanyalah di rumah dan sekolah, sesekali gereja. 

Sebenarnya banyak impianku saat itu tapi tak tercapai. Aku ingin ikut lomba sesuatu, tapi orangtua meragukan kemampuanku. Iya, aku memang tak bisa apa-apa. Iya mereka benar. 
Suatu hari aku merekam suaraku yang bernyanyi ketika di rumah sepi orang. Kemudian aku putar suaraku yang sedang bernyanyi. Pada saat itu bapak pulang dan bilang:"Ternyata bisa nyanyi to?" Langsung aku matikan tape recorder, aku diam saja. Aku memang tak bisa nyanyi, sekarangpun tak bisa nyanyi. Aku tak bisa apa-apa.
Dari dulu aku suka travelling sebenarnya, tapi ibu bilang: " Di tivi juga ada". Iya benar sekali di tivi ada pemandangan, ada gunung, ada laut. Tinggal melihat saja. Ya benar itu. Duh! 
Pacaran? Ha ha ha .... cukup bayangkan saja di pikiran. 
Temanku hanyalah seekor kucing kesayangan. Pada akhirnya kucing itu mati dan aku menangis meraung-raung, melebihi ditinggal kedua orangtuaku. Sungguh! 

Aku bermasalah dengan jiwaku. Aku terkadang nampak linglung, tak tahu apa yang harus kuperbuat. Masalah demi masalah kualami tanpa penyelesaian sedikit pun. Masalah yang semakin hari semakin menumpuk saja. Aku merasa lingkungan tak mau mengertiku. Aku pun selalu dipersalahkan bila terjadi sesuatu. Apakah aku ini anak sial? Saking jengkelnya aku melempar salib Yesus dengan sandal sampai salib terjatuh. Ibu diam saja, bapak diam saja. Mohon ampun Tuhan Yesus atas kenakalanku dulu yang menghinakan Engkau. 

Kekecewaan demi kekecewaan masih saja kualami. Aku merasa telah gagal membangun hidupku. Aku gagal di pekerjaan, gagal di usaha dan gagal di perkawinan. Aku tahu itu karena aku tak cukup percaya diri. Aku merasa tak pantas mempunyai pendapat. Pendapat merekalah yang benar, bukan begitu? Keinginan untuk segera maeninggalkan dunia ini masih sering terlintas, segera aku tepis. Aku tetap melanjutkan hidupku hingga kini. Bagaimana pun inilah jalan hidupku yang telah diberikan Tuhan yang harus aku jalani. Aku harus berpikir optimis, bahwa masa depan pastilah lebih baik. 

Aku berusaha berdamai dengan diriku. Kalau orang biasa mengatakan bahwa bila ada orang yang bermasalah itu karena salahnya sendiri. Itu sangat memojokkanku. Toh bukan semua karena salahku, ada andil juga dari orang lain. Tak semua terjadi begitu saja, tak instan. Aku berusaha memaafkan diriku sendiri yang telah banyak salah langkah dan salah mengambil keputusan. Aku berdamai dengan diriku dengan cara memaafkan diriku sendiri. 

Bila Tuhan belum memenuhi semua keinginanku saat ini pasti di surga sana aku akan menikmati kebahagiaan sejatiku. 

Tuesday, January 20, 2015

Menambah Resolusi di Tahun 2015

Menambah Resolusi di Tahun 2015

Di akhir tahun 2014 aku sudah menetapkan enam resolusi yang harus aku capai di tahun ini. Namun aku akan menambah satu resolusi lagi, yaitu beternak blog mini. Aku tertarik untuk menjalankan usaha ini berkat buku yang aku baca yaitu Blog Mini Penghasilan Maksimal karya Pakde Cholik, penggagas Blog Camp.

Bukankah manusia wajib berusaha dalam mendapatkan penghasilan? Mengenai hasilnya kita serahkan kepada Tuhan semata. Toh paling tidak kita harus berusaha dengan sungguh-sungguh. Satu blog yang telah aku buat adalah Blog Irit Ala Mak Ros. Blog ini berisi tentang tips-tips hidup ngirit. Namun jangan diartikan bahwa irit sama artinya dengan pelit. Bukan sama sekali. IRIT BUKAN PELIT.

Beberapa blog lagi akan aku buat, tentu saja isinya tentang hal-hal yang aku mengerti. Semoga semua blogku bermanfaat dan dapat menghasilkan seperti yang kumau. Jadi mohon untuk hacker agar tidak mengganggu semua blogku. Aku serius tentang hal ini. Terima kasih.

Wednesday, December 31, 2014

Semangat Baru di Tahun Baru


Semangat Bari di Tahun Baru


Kemarin2 aku sangat berharap bisa menikmati malam tahun baru yang beda yang ceria penuh kegembiraan, namun nyatanya masih saja sama seperti tahun2 yang lalu. Penginnya memulai hari pertama di tahun yang baru penuh keceriaan dan semangat baru, namun masih saja ada airmata yang menetes. 

Kekecewaan yang bertumpuk-tumpuk dari tahun ke tahun, ditambah juga dengan masalah demi masalah yang dari dulu sampai sekarang pun belum tuntas. Harusnya setiap masalah bisa diselesaikan pada waktunya, dahulu. Sayangnya masih saja numpuk dan membuat pikiran penuh dengan masalah. Ditambah tidak pernah melakukan refreshing, membuatku terkadang merasa linglung. Ibarat komputer, maka memorinya sudah penuh mesti ganti memori atau tambah space memori lagi.

Aku ingin tahun ini berbeda dengan tahun2 sebelumnya. Aku harus lebih berani mencapai impian2ku. Tentang caranya aku masih belum mengerti, untuk beberapa hal. Bahkan sangat tak dimengerti. Semoga saja Tuhan berkenan menuntun jalanku agar segera tercapai segala keinginanku dan cita2ku di tahun ini terwujud.

Aku sering sekali membayangkan diriku tidur meringkuk dalam pelukan seorang pria. Nyatanya aku belum punya suami lagi. Seseorang yang berjanji datang itupun tak jadi datang, entah karena apa. Apakah itu merupakan kepuasan tersendiri bisa membuat aku yang tulus menyayanginya menjadi kecewa?Aku tak mengerti.

Yang jelas aku ingin mandiri secara ekonomi, tak melulu tergantung dari kiriman mantan. Keinginan menjadi penulis buku telah aku upayakan, semoga buku2ku baik yang bareng2 maupun yang solo bisa terbit secara mayor tahun ini. Segera aku juga akan mencari seekor kucing ras betina yang nantinya akan menjadi indukan, karena aku yang penyayang kucing ini ingin mempunyai usaha ternak kucing ras. Eh siapa tahu ada yang mau ngasih, aku nggak nolak lho. Bisnis online juga akan aku kerjakan lagi dengan produk2ku sendiri. Aku juga akan membuat produk untuk dipasarkan anakku di instagram, sebagai produk variasi saja.

Meskipun hari ini diawali dengan tangis kecewa, namun kuharap tahun ini tidak mengecewakanku. Juga orang2 yang pernah mengecewakanku akan berbalik menghargaiku dan segera memenuhi semua janjinya. Ini menyangkut seseorang yang janji mau datang kemarin. Oh ya masih ada beberapa hari lagi sebelum liburan PNS berakhir, semoga masih ada waktu untuk bertemu. Eh masih ngarep juga. Dan, satu lagi tentang mantanku semoga segera melunasi janjinya dalam segi keuangan karena hal itu sangat berarti bagiku.

Menjalani tahun yang baru dengan segala keinginan dan cita2 bukanlah sesuatu yang mudah. Untuk itu sangat dibutuhkan semangat, semangat baru khususnya untuk menggali segala kreatifitas. Bila tak ada yang memberi semangat, maka semangat perlu ditumbuhkan di diri sendiri karena semangat adalah bahan bakar untuk bekerja. Semangat bisa diciptakan karena adanya keinginan dan cita2 yang ingin segera dicapai.

Semoga Tuhan memberkati kita semua. Amin.
 

Malam Tahun Baruku

Malam Tahun Baruku


Hari ini adalah hari terakhir tahun 2014, besok adalah hari pertama tahun 2015. Itu berarti malam ini adalah malam tahun baru. Seperti malam-malam tahun baru di tahun-tahun lalu, selalu saja aku lewatkan dalam sepi hanya berdua dengan anak saja dan tidak ada acara khusus juga tidak ke mana-mana. Sepi dan muram untuk memulai tahun yang baru, selalu seperti itu. Terlebih malam ini tambah muram lagi karena anakku sedang berlibur di Jakarta ke rumah papanya, mantanku. 

Tadinya aku begitu antusias saat seseorang berjanji akan berlibur denganku di Jogjakarta selama Natal – Tahun Baru. Namun itu hanyalah isapan jempol semata, dia tak kunjung tiba sampai detik ini. Dia, kekasihku (owh) mengaku telah berada di Jogjakarta tetapi begitu teganya tak menghampiriku yang berada di Solo yang hanya berjarak 65 KM dari Jogjakarta. 

Aku sangat kecewa telah diabaikannya. Ini adalah kali ketiga dia mengingkari janjinya untuk ketemu denganku di sini. Entah apa alasannya sehingga dia tidak menemuiku padahal sudah berada di Jogja. Aku pusing memikirkannya. Aku merasa dipencundangi dan dianggap remeh. Bukankah aku ini manusia yang mempunyai perasaan juga sepertinya? Mengapa dia setega itu terhadapku? Tak habis pikir aku jadinya. 

Malam ini entah apa yang akan kulakukan. Barangkali saja aku akan mendatangi mall besar yang sering mengadakan acara tahun baru berupa pesta kembang api serta makan di pinggir jalan. Oh kasihannya diriku ini. 

Eh iya malam ini ada pelatihan perdana Writing training Center pukul 21.00, jadi ya aku ikuti pelatihan aja. Kemudian kemungkinan aku akan selesaikan cerpen untuk buku antologi malam ini juga. Itu bila moodku baik dan bila aku ada ide bagus.

Tuesday, December 30, 2014

Resolusiku di Tahun 2015

Resolusiku di Tahun 2015
Gambar dari sini

Dua hari lagi kita memasuki tahun baru 2015. Rasanya cepat sekali tahun 2014 berlalu, tak terasa. Belum banyak yang aku capai di tahun 2014. Di tahun 2013 aku memposting resolusiku untuk tahun 2014, antara lain :
  1. Membuat buku kumpulan puisi dan buku ketrampilan.
  2. Membuat cerita pendek (cerpen).
  3. Menikah 

Aku telah menyelesaikan dua naskah buku ketrampilan, yaitu tutorial aksesori wanita dan tutorial smock. Kedua naskah masih tersimpan menunggu buku-buku antologiku terbit, jadi ada catatan bahwa aku pernah menulis meskipun di buku bareng-bareng. Sedangkan untuk buku kumpulan puisi, naskah juga sudah selesai 75%. Aku ragu untuk menyelasaikan naskah ini karena buku kumpulan puisi kurang mendapat perhatian pasar atau kurang menyerap pasar.

Tentang cerpen, sudah ada empat cerpen di blogku dan beberapa yang aku kirimkan untuk naskah buku antologi.

Menikah? Boro-boro menikah, aku bahkan belum menemukan jodoh sejatiku sampai detik ini.

Dengan demikian berarti aku masih belum menggenapi janjiku untuk bisa terlaksana di tahun 2014 ini. Selanjutnya aku akan membuat beberapa resolusi untuk tahun 2015 mendatang.

Resolusiku di tahun 2015 adalah :
  1. Rajin mengikuti program menulis bersama untuk buku antologi. 
  2. Menulis buku non fiksi untuk dikirimkan ke penerbit untuk diterbitkan, termasuk kedua naskah buku sebelumnya. Untuk ini aku sedang mengikuti pelatihan di Writing Training Center secara online selama dua bulan mendatang. Di pelatihan ini peserta selain dilatih menulis juga naskahnya akan ditawarkan ke penerbit mayor sampai diterbitkan dan semua royalti untuk penulisnya. 
  3. Menulis novel dan diterbitkan secara mayor. 
  4. Membuka bisnis online lagi dengan produk sendiri dan membuat produk untuk dipasarkan anakku di instagramnya. 
  5. Usaha ternak kucing ras dan pakan ternak. 
  6. Menemukan jodoh sejatiku dan menikah.
Demikian keenam resolusiku di tahun 2015. Semoga aku bisa mencapai semuanya di tahun 2015.

Sunday, December 28, 2014

Menangis Tertahan di Gereja

Menangis Tertahan di Gereja

Aku telah melewatkan malam Natal karena menunggu seseorang yang berjanji datang sore harinya namun hingga larut malam pun tak datang. Esoknya aku juga tak ke gereja karena misanya untuk anak-anak.

Hari Minggunya aku ke gereja jam 08.00 sendirian. Lagi-lagi aku mendapati diriku penuh tangis di gereja. Ini pas homili (kotbah). Romo mengajak umat yang hadir yang kebetulan sekeluarga untuk berdiri. Romo kemudian mengajak para istri untuk menyanyikan lagu Topi Saya Bundar dengan plesetan :

“Suami saya baik, baik suami saya
Kalau tidak baik, bukan suami saya”
Begitu juga para suami disuruh menyanyikan untuk istrinya, anak-anak menyanyikan untuk ayahnya dan juga untuk ibunya. Aku hanya diam saja, duduk saja. Tentu saja, aku kan datang sendirian. Aku menangis.

Ternyata tangisku tak berhenti di situ. Sehabis Homili, setelah Syahadat biasanya dilanjutkan dengan Doa Umat, tetapi kali ini sebelum Doa Umat ada acara Penyegaran Janji Hidup Berkeluarga. Owh! Umat berdiri.
Aku hanya duduk, toh aku bukan bagian dari acara itu. Pada saat mambaharui janji hidup berkeluarga, pasangan suami istri disuruh saling berjabat tangan dan mengucapkan janji sebagai berikut :

Imam :

“Tibalah saatnya kini para pasutri untuk membaharui janji hidup berkeluarga. Silahkan saling berjabat tangan dengan pasangan anda masing-masing dan mengucapkan janji dengan menjawab pertanyaan berikut :
Para suami, apakah anda bersedia untuk tetap menerima istrimu, setia kepadanya dalam untung dan malang, sehat dan sakit, suka dan duka, serta selalu mencintai dan menghormatinya seumur hidupmu, sehingga menjadi berkat baginya, anakanakmu, geraja dan masyarakat?”

Para suami :
“Ya kami sanggup”

Imam :

“Para istri, apakah anda bersedia untuk tetap menerima suamimu, setia kepadanya dalam untung dan malang, sehat dan sakit, suka dan duka, serta selalu mencintai dan menghormatinya seumur hidupmu, sehingga menjadi berkat baginya, anak-anakmu, gereja dan masyarakat”

Para istri :
”Ya kami sanggup”

Imam :

“Terimakasih atas kesanggupan anda yang telah anda ucapkan sebagai tanda kesetiaan anda terhadap pasangan. Namun anda juga menyadari bahwa dengan perkawinan anda menjadi mitra Tuhan untuk pendidikan anak-anak yang telah dipercayakan kepada anda untuk dikuduskan. Oleh karena itu, silahkan secara bersama-sama mengucapkan janji dan doa anda sebagai orangtua”

Suami dan istri :

“Tuhan Yesus telah menyatukan kami dalam hidup perkawinan. Tuhan Yesus telah mempercayakan kepada kami anak-anak yang harus dikuduskan. Kami berjanji untuk terus mendidik anak-anak kami dengan sungguh-sungguh, terutama di dalam iman kepada Yesus. Sebab anak-anak kami sungguh menjadi berkat bagi keluarga, gereja dan masyarakat pada umumnya, semoga Tuhan berkenan menerimanya.”

Imam :

“Terimakasih atas janji dan doa yang telah saudara ucapkan bersama. Semoga Tuhan berkenan untuk mengabulkannya. Sebaliknya bagi anak-anak pasti punya harapan dan doa bagi kedua orangtua. Untuk itu secara bersama silahkan untuk mengucapkannya.”

Anak-anak :

“Kepada ayah dan ibu, kami bersama mengucapkan terimakasih yang tulus, karenaa ayah dan ibu telah membesarkan, merawat, mendampingi serta mendidik kami dengan penuh tanggungjawab. Maka di hadapan Tuhan, kami berjanji akan selalu setia, hormat, menghargai dan bertanggungjawab atas diri kami masing-masing. Dan kami selalu berdoa untuk ayah dan ibu. Semoga Tuhan selalu melindungi, menjaga dalam keselamatan, memberi kesabaran, kekuatan terlebih dalam mendampingi kami semua. Demikian janji dan doa kami semoga Tuhan berkenan mengabulkannya.”

Selama penyegaran janji tersebut aku menangis. Suasana itu sangat sukses membuatku menangis dengan air mata yang tak henti-hentinya mengalir. Aku lupa membawa sapu tangan. Aku tahan agar bahuku tak bergerak, tangisku tak bersuara, dan gerakan tanganku mengusap air mata yang terlihat. Aku sedih bukan main. Aku melihat seorang bapak tua yang duduk di sebelahku juga mengusap kedua matanya, entah kenapa. Barangkali ingat istrinya atau keluarganya tak bahagia, entahlah.

Saat ini anakku bersama dua keponakan sedang berlibur ke Jakarta ke tempat papanya dan mak tirinya dan saudara tirinya. Tinggallah aku sendirian di rumah. Perkawinan kami gagal dan aku belum merasakan bahagia itu. Entah kapan ada bahagia untukku.

Saturday, December 27, 2014

Vakum Menulis

Vakum Menulis

Sudah hampir tiga minggu aku tidak nulis di blog sejak naskahku yang pertama ditolak penerbit untuk yang kedua kalinya. Ada rasa kecewa yang mendalam karena aku sudah mengeluarkan waktu, pikiran, tenaga dan beaya untuk menyusunnya. Memang benar bahwa naskah ditolak itu biasa, tapi masih saja rasanya tetap “sakitnya tuh di sini”. 

Naskahku yang kedua masih aku simpan. Kedua naskahku masih rapi tersimpan menunggu buku-buku antologiku terbit biar ada catatan kalo aku pernah menulis meskipun di buku bareng-bareng. 

Saat ini aku mulai mengikuti pelatihan menulis lagi secara online. Aku berharap dengan mengikuti pelatihan ini aku semakin percaya diri dalam menulis, dan bisa menghasilkan buku-buku yang berbobot. Apalagi di pelatihan ini dibuka kesempatan bahwa naskah bukunya akan ditawarkan ke penerbit mayor sampai diterbitkan. Semua royalti akan menjadi milik penulisnya. 

Aku orangnya sangat moody jadi aku membutuhkan orang-orang yang dapat memberiku spirit untuk terus berkarya. Saat ini aku sedang vakum sementara, pikiranku sedang terganggu he he.

Wednesday, December 3, 2014

Ramalan Jodoh

ramalan jodoh


Aku ingat di suatu waktu di masa lalu aku pernah bertanya lewat Harian Solopos tentang jodohku. Beberapa waktu kemudian aku mendapatkan jawaban lewat harian itu dari rubrik konsultasi paranormal. Judul rubriknya aku sudah lupa. Yang jelas yang menjawab adalah seorang sesepuh dari keraton Solo. 

Waktu itu aku masih dekat dengan mantanku tapi belum menikah. Dia pun juga tahu kalau aku bertanya tentang hal ini. Dia membaca pertanyaannya dan juga jawabannya. Jawabannya ada tiga ciri, yaitu bahwa jodohku adalah orang luar Jawa, sarjana hukum dan namanya berinisial M atau H. Lalu aku mulai berpikir, nama pacarku saat itu berinisial P atau B. Berarti bukan dia, tetapi bisa saja bila dia naik haji akan bergelar haji atau disingkat H maka akan berinisial H juga. Aku berusaha menawar. 

Seiring berjalannya waktu, bila ada yang mendekatiku maka aku akan melihat kesesuaiannya dengan ciri-ciri tersebut. Tak ada. Sementara mantanku pun hanya memiliki 1 ciri tersebut, dan nyatanya dia bukan jodoh sejatiku. Saat ini bahkan lebih dari dua tahun ini aku memikirkan sebuah nama, hanya dia. Orang luar Jawa, sarjana hukum dan berinisial M. Aku sempat berpikir apakah nama tengahnya berinisial H misalnya Honoluan? Eh emang nama itu ada gak ya? 

Dia, orangnya ganteng, cerdas dan masih muda. Rasanya aku tak pantas mendampinginya. Apalah aku ini ... 

Bertahun-tahun aku berusaha melupakannya, namun tak bisa. Selalu kepikiran tentangnya. Ini menyiksaku. Aku merasakan kondisi hubungan yang naik turun. Aku juga merasa hanya di-PHP. Janji-janjinya untuk datang belum terlaksana juga, padahal jarak Jakarta-Solo lumayan dekat. Aku menyangsikan kesungguhannya. 

Lebih baik memang dilupakan saja, tetapi mengapa selalu sulit melupakannya?Aku tahu bahwa dia pun mengikutiku di berbagai media sosial, meski dalam diam. Bila aku berusaha mengalihkan perhatianku ke orang lain, seakan pandanganku dipaksa untuk melihat hanya dia saja. Aku semakin bingung dan tersiksa. 

Tuhan, 
Bila dia memang jodohku dekatkanlah 
Bila dia bukan jodohku jauhkanlah

Sunday, November 30, 2014

Berkata Jujur Pada Tuhan

berkata jujur pada tuhan

Maafkan aku Tuhan, hari Minggu ini aku tidak ke gereja dan tidak menerima tubuh Kristus. Aku berpikir barangkali saja Engkau tidak mau mendengarkan permohonanku atau sudah muak dengan segala keluh kesahku selama ini. Memang segalanya hanya akulah yang salah. Aku bodoh, kuakui hal itu. Tetapi mengapa? 

Apa sebenarnya yang salah pada diriku sehingga Engkau memberiku cobaan bertubi-tubi? Ampuni aku Tuhan bila aku banyak salah. Tetapi aku berpikir, seberapa besar salah dan dosaku dibandingkan dengan mereka yang seakan lebih Engkau perhatikan? Aku merasa selalu hidup di jalanMu. Bila jatah bahagiaku belum juga sampai ke tanganku, lantas kapan ya Tuhan? Mengapa Engkau seakan selalu memberi jatahku yang terakhir? Aku telah lelah memohon dan tak lagi sabar menunggu. 

Mohon jujurlah padaku, ada apa sebenarnya? Aku sungguh tak paham, pikiranku tak cukup untuk memahaminya. Apakah aku harus berpura-pura bahagia dulu baru Engkau akan memberiku bahagia yang sesungguhnya? Aku terlalu polos untuk berpura-pura. Beginilah aku yang apa adanya. 

Tuhan, mohon kali ini berikanlah jatahku terlebih dahulu dibandingkan yang lain. Aku sudah tak kuat menunggu lebih lama lagi.

Saturday, November 29, 2014

Masa itu Telah Berlalu

Masa itu telah berlalu

Masa itu telah berlalu, ketika aku masih saja mendambakan datangnya orang yang kucintai di hadapanku. Di usiaku kini rasanya sudah sangat memalukan bicara soal cinta. 

Masa itu telah berlalu, orang-orang seusiaku telah menikmatinya di masa lalu. Dan aku? Belum sama sekali. Mungkin masa itu tak akan datang untukku, atau mungkin juga masa itu datang terlambat untukku. Tak ada kata terlambat bukan? Aku masih menunggu bila jatah cinta untukku masih akan datang. 

Masa itu telah berlalu ketika aku menginginkan datang di acara konser musik. 
Masa itu telah berlalu tanpa aku sempat menikmatinya. Pernah waktu SMA aku datang ke acara konser musik rock bersama bapak. Rasanya agak aneh dan tentu saja tak bebas. Aku menjadi kapok dan tak mengulangi lagi. 

Pernah beberapa tahun lalu aku datang ke konser musik ADA Band bersama seorang teman yang duduk di belakangku karena tempat duduk penuh. Seorang remaja di sebelahku bertanya:”Ibu datang sendirian?” Oh! Aku menyeringai. Rupanya masa itu benar-benar telah berlalu. 

Beberapa tahun lalu aku pernah membeli tiket konser musik tapi tiket itu kemudian dijual kembali sama temanku karena dirasakannya sebagai hal yang tak pantas. Ya dengerin musiknya cukup di rumah saja di kamar sendirian pula. 

Bila semua masa telah berlalu lalu mengapa aku masih saja di bumi ini? Bumi yang serasa memandang segala yang kuinginkan sebagai hal yang tak pantas kunikmati lagi? 

Barangkali ketika masa itu datang untukku, maka semua menjadi tak berarti lagi. 
Bukankah masa itu telah berlalu?

Thursday, November 27, 2014

Pernikahan Itu

Pernikahan Itu

Belakangan ini badanku terasa sangat lemah. Pegal-pegal di sekujur tubuhku. Barangkali pijat akan mengembalikan staminaku. Bagaimana pun bila hati yang sakit itu akan menjalar secara fisik. Aku lunglai. Untuk berdiri tegak pun terasa berat. Tetapi bukankah kehidupan ini harus terus berjalan? Telah aku kuat-kuatkan diriku telah aku tabah-tabahkan hatiku menerima segala kenyataan pahit ini. 

Dia,mantan suamiku kini telah menikah dengan perempuan itu. Mereka menikah Hari Minggu lalu di Jakarta. Tak ada pemberiahuan ke aku. Dinda menghadiri acara itu bersama segenap keluarga dari pihak mantanku. Katanya Dinda mengenakan kain dan kebaya seperti saudaranya yang lain. Aku tak sedikit pun ingin melihat foto-foto tersebut. Aku meragukan kekuatan hatiku. 

Itu memang haknya untuk menikah. Tapi perempuan itu ... aku melihat gambar mereka berdua di facebook jauh sebelum perceraianku. Aku bersedia mengajukan gugatan cerai atas permintaannya. Sebenarnya aku sudah lama tidak tahan dengan perkawinan kami. Perhatiannya nyaris tak ada, baik kepadaku maupun kepada anak satu-satunya. Juga nafkah lahir dan batin tidak aku terima. Nafkah lahir sama sekali belum pernah aku terima. Aku bekerja sendiri waktu itu. Kebiasaannya bermain perempuan juga sangat menyiksa batinku. Kini dia menikah dengan perempuan yang telah merampasnya dariku. 

Seakan aku ikut memuluskan jalan mereka melenggang menuju ke pelaminan. Betapa bodohnya aku. Harusnya aku tahan saja tidak mau diceraikan agar dia tak bisa menikah secara terang-terangan seperti itu. Tapi semakin lama dalam perkawinan dengannya semakin batinku tersiksa. Aku menyetujui mau mengajukan gugatan cerai karena terdesak akan kebutuhan secara ekonomi. Aku pikir setelah palu diketukkan maka dia segera memberiku sejumlah uang yang bisa aku gunakan untuk melanjutkan usahaku, ternyata tidak. Dia baru mulai memberi uang cerai beberapa bulan sesudah palu diketuk, dan selanjutanya dicicil. Sampai sekarang pun belum lunas.Harus bersabar? Barangkali saja dia memang suka menyiksaku secara batin. Aku semakin tersungkur dengan perceraian ini. Kini dia telah menikah.

Aku hanya membayangkan bagaimana dia memberikan persembahan untuk istrinya tersebut yang tidak pernah diberikannya kepadaku, dulu. Mengapa bisa berbahagia di atas penderitaan orang lain? Aku merasa telah dijadikannya tumbal demi kenyamanan hidupnya. 

Bukan aku cemburu atau tak rela, bukan itu. Aku cuma menyesali nasibku sendiri yang seperti ini. Terlebih keluarganya yang masih kuanggap sebagai keluarga sendiri pun tak mengabariku. Seakan wajahku tertampar dan badanku terjatuh kelimpungan. Aku mengerti bahwa mereka tak lagi menganggapku sebagai bagian dari keluarganya lagi, kecuali Dinda. Tentu saja. Mulai saat ini aku tak lagi menelpon mereka di hari raya, menitipkan oleh-oleh lewat Dinda kalo ke Semarang atau curhat ke mereka, apalagi datang ke rumah mereka. Padahal sebenarnya aku dengan tulus masih menganggap mereka sebagai keluargaku. Hal ini dikarenakan aku tak lagi mempunyai orangtua dan saudara lagi. 

Hanya tiga orang saja dari mereka yang masih peduli padaku, dan tentu saja aku akan tetap menjalin tali silaturahim dengan mereka. Ketiganya tak datang ke Jakarta menghadiri resepsi pernikahan mantanku.

Monday, November 24, 2014

Jawaban Dari Tanya Dalam Hati

Jawaban Dari Tanya Dalam Hati

Menyambung postinganku kemarin Anakku memang diajak pergi ke Jakarta tentu saja untuk bertemu ayahnya, jadi mesti minta izin tidak masuk sekolah hari Sabtu dan Senin. Ya mesti gak masuk dua hari, tumben-tumbennya. 

Selama anakku pergi tak ada komunikasi antara aku dengan anakku maupun ayahnya, mantanku. Baru sore tadi mantanku mengabarkan bahwa anakku akan pulang dengan Lion Air jam enam sore. 

Baru kali ini anakku naik pesawat, sendirian pula. Setiba di Bandara Adi Sumarmo, anakku melanjutkan perjalanan ke rumah dengan naik taxi. 

Karena hujan gerimis maka aku menunggu kedatangannya di jalan raya dengan payung. Tak banyak yang dibawa, hanya satu travelling bag dan satu tas berisi sepatu sport baru. Sesampai di rumah dia membuka tasnya dan mengeluarkan beberapa produk dari The Body Shop. Barang perawatan badan dan parfum yang mahal menurutku dan sangat mahal untuk ukuran remaja seusianya dalam kondisi ekonomi yang seperti ini. Sementara tak ada satupun barang untukku. 

Ternyata benar dugaanku, dia menikah, ya mantanku menikah kemarin di sebuah gedung di Jakarta. Itu adalah jawaban pasti dengan tanya dalam hatiku kemarin.

Kata anakku, keluarga Semarang berangkat dengan naik kereta dan pulangnya dengan pesawat. Anakku hanya singgah di rumah mantanku di Cibubur, tetapi menginap di hotel. Acaranya di sebuah gedung di Jakarta. 

Kata anakku, ayahnya masih ngontrak rumah, sementara mobil pun masih mobil dinas dari kejaksaan. Percaya? Oh oh oh!

Tadi pagi dia mengirim uang 30 juta untuk mengontrak rumah yang layak dan sisanya untuk modal usaha agar aku mempunyai penghasilan. Itu masih jauh dari yang dijanjikannya. Sekarang dia sudah beristri .... 

Tentu aku akan segera pindah dari sini, anakku memang membutuhkan penyegaran agar enak dalam belajar. Tentang usaha ... pikiranku lagi bebal tak bisa jernih berpikkir apapun. 

Hal yang sangat sangat aku herankan adalah mengapa aku sebagai mantan istrinya dan aku sebagai mantan keluarganya tak diberitahu sama sekali? Apakah dengan diberitahu aku akan menimbulkan keributan? Toh selama ini aku diam-diam saja tak banyak berulah. Bila demikian sangat pantas bila aku simpulkan keluarga eh maaf masih menyebut keluarga, maksudku keluarga Semarang sudah tidak menganggapku sebagai bagian keluarga lagi. Tali silaturahim yang katanya masih ada yang dikatakan dengan tegas, ternyata itu bukan buat aku tetapi buat anakku. Tentu saja. 

Maaf tulisanku tak karuan....

Sunday, November 23, 2014

Tanya Dalam Hati

Tanya Dalam Hati

Tiga orang yang aku hubungi belum membalas sms dan bbmku. Terlihat seorang di antaranya telah membaca bbmku tapi kemudian menandainya sebagai belum terbaca, D. Pikiranku semakin melayang-layang tak karuan. Benarkah ada acara pernikahan itu seperti yang aku pikirkan? 

Kemarin budhenya sms aku, sms yang kedua berbunyi:”Mbak lia saya bude susi pakde cuma pusing kayak migren kalau ditinggal kasihan padahal sudah jahit baju ha haha mbak wiwik juga nggak ikut katanya juga sakit kapan2 ketemu ya”. Lalu aku bertanya:”Sy jg pengin ketemu budhe, emang ada acara apa?” Tak dijawab. Kemudian aku sms lagi:” Nikahan ato apa?” Lagi-lagi tak dijawab. Aku menjadi berpikir yang tidak-tidak. 

Aku mencoba menganalisa sms dari budhe. Kata-kata menjahit baju, tentu ada acara spesial sampai budhe menyempatkan menjahitkan baju yang memang untuk acara itu. Ditinggal seberapa lama emangnya? Kalo cuma di dalam kota aja toh tak membutuhkan waktu lama. Mbak Wiwik memang gak akan mendukung dengan hal-hal yang tak disukainya. 

Benarkah mantanku menikah? Sebetulnya itu bukan urusanku lagi sih, tapi kenapa tak ada kata-kata sedikit pun untukku? Bukankah ini menyangkut anakku dengannya? Boleh saja tak menganggap aku tapi lunasi dulu semua janjinya. 

Ketika anakku menyampaikan kebosanannya di rumah dan keluhannya akan ayahnya yang tak pernah menjenguknya, kemudian dia mengajak anakku berlibur ke Jakarta. Dia menyuruh anakku mengajukan izin tidak masuk sekolah hari Sabtu dan Senin ini. 

Lalu apa ada hubungannya dengan sms dari budhe kemarin? 

Hari Senin ini anakku pulang ke Solo, aku menunggu ada kabar apa aja.

Saturday, November 22, 2014

Bagaimana Mungkin?

Bagaimana mungkin .... ?

Pernah di suatu pagi menjelang siang yang cerah di hari Minggu, aku dan Dinda anakku bermaksud makan di tempat makan yang beda dari biasanya. Sebuah warung makan telah kami sepakati untuk datangi. Aku mendapatkannya dari internet. 

Setelah mencari dan mencari akhirnya sampai juga di tempat yang dimaksud. Sebuah warung terbuat dari pagar bambu terletak di pinggir jalan besar dan sedang ramai pengunjung. Yang nampak hanyalah mobil dan mobil, aku mencari parkiran sepeda motor tapi tidak terlihat, tukang parpir pun juga tidak terlihat. Aku menjadi ragu untuk memarkir motorku. 

Terdengar canda tawa anak-anak, juga obrolan orangtua. Cukup riuh. Tiba-tiba aku menjad jengah. Pada akhirnya aku pun ragu untuk makan di tempat itu. Dinda pun bersikap yang sama. Akhirnya aku tidak jadi memarkir motorku di situ. Diam-diam aku balikkan arah motorku menuju ke jalan besar. 

Bukan tentang harga makanannya yang mungkin juga lebih mahal dari biasanya kami makan, tetapi ada hal yang lebih dari itu yang menjadi pemikiran kami. Barangkali Dinda pun berpikir yang sama. Kami merasa bukan menjadi bagian dari kebahagiaan mereka yang sedang makan di situ. Keluarga-keluarga bahagia yang datang bersama anak-anak mengendarai mobil dan bisa bercanda bebas menikmati artinya berkeluarga. Tiba-tiba air mataku menenes, mungkin begitu juga dengan Dinda. 

Bagaimana mungkin aku dan Dinda makan di situ dengan mendengarkan celotehan dan obrolan bahagia mereka, sementara kami bukanlah keluarga yang utuh, sejahtera dan bahagia seperti itu? Cengeng? Itu hanya pikiran orang yang tak mengerti saja. Bagaimana hati kami meronta selama ini mendapatkan perlakuan yang begini rupa dari mantanku. 

Air mataku menetes deras ...... saat ini.

Tuesday, September 23, 2014

Move On (lagi)



Move On (lagi)

Di saat kata sayang dan kangen tak lagi terucap dari orang yang disayang, di saat perhatian dan sapaan tak lagi kuterima dari si dia, maka di saat itulah aku harus move on. Bersabar tak lagi berguna.

Untuk move on pun harus menemukan cara. Bukan caraku untuk langsung berpindah ke lain hati, mencari hati yang lain untuk disayangi. Tak semudah itu, bagiku. Jadi harus kutemukan cara lain untuk move on.

Aku mengalihkan konsentrasiku. Lebih tepat bila kukatakan bahwa aku melebihkan porsiku untuk menyayangi sesuatu yang menjadi obyek kesayanganku, yang baru. Sesuatu itu jelas bukanlah sejenis makhluk hidup apalagi sesama manusia. Aku sedang bergelut dengan sesuatu, menekuni sesuatu.

Mencoba menulis buku adalah aktifitasku belakangan ini. Menulis buku adalah keinginanku yang harus bisa kuwujudkan di tahun ini, bukuku harus bisa diterbitkan di tahun ini, seperti janjiku di akhir tahun dulu.

Dua buku yang sedang kukerjakan adalah buku ketrampilan dan buku kumpulan puisi. Selain itu ada juga buku yang ditulis bareng-bareng. Tetapi yang lebih menyita perhatian dan waktuku adalah penulisan naskah untuk buku ketrampilan.

Di buku ketrampilan ini aku harus bisa menyajikan paling tidak tiga puluh tutorial pembuatan aksesori yang meliputi kalung, gelang, bros, anting, giwang, dan cincin. Hampir semua jenis aksesori adalah hasil kreasiku sendiri, ada yang pure kreasiku, namun ada pula yang aku modifikasi dari aksesori yang sudah ada.

Menciptakan kreasi aksesori sendiri memerlukan kreatifitas dan pemikiran yang matang agar hasil jadinya memuaskan. Untuk itu terkadang aku harus try and error dalam pembuatannya, terkadang juga aku harus membuang kreasi yang tidak bagus. Jelas ini memerlukan banyak waktu dan perhatian (konsentrasi). Aku manfaatkan bahan-bahan aksesori yang masih ada, ditambah beberapa perlengkapan lain yang dibutuhkan.

Tahap demi tahap pembuatan aku foto agar pembaca mudah mengikuti tutorialku. Yang menjadi kendala adalah seringkali flash disk dan card reader-ku terkena virus. Kalo sudah begitu maka aku harus memanggil temanku yang ahli komputer. Aku harus menunggu kesempatannya karena kesibukannya bekerja.

Semoga saja kesibukanku ini dapat me-move on-kan aku.

Friday, September 12, 2014

Jangan Risaukan Aku ... Bapak, Ibu, Nenek

Jangan Risaukan Aku .... Bapak, Ibu, Nenek

Tadi malam aku baru berangkat tidur pukul 02.00 dini hari. Aku langsung tertidur pulas dan bermimpi. Dalam mimpiku, ketika aku mau masuk ke kamar ada tiga orang yang berdiri kaku, yaitu bapak, ibu dan nenek. Aku sadar bahwa mereka bertiga telah dipanggil Tuhan belasan bahkan puluhan tahun lampau. Aku buru-buru dengan sekuat tenaga membuka mataku. Ketika kulihat jam dinding menunjukkan pukul 02.30, artinya aku baru tertidur setengah jam lalu. Aku sudah lupa dan tepatnya berusaha melupakan cerita dalam mimpiku semalam. Aku takut, itu jelas. Kemudian aku melanjutkan tidurku kembali, kali ini aku menghadap yang berlawanan dengan hadap tidurku semula. Jam 05.00 pagi harus bangun lagi, dan aku tak terlambat bangun. Ada alarm yang mengingatkan.

Tadi siang aku sudah tidur siang dua jam, tapi kepenatan pikiranku memaksaku untuk tidur lagi setelah terdengar acara Rising Star di RCTI. Dan, lagi-lagi aku bermimpi didatangi bapak. Ceritanya di rumah di sebuah kamar terlihat ada seseorang sedang tidur tapi kakinya diikat kain putih, kain kafan mungkin. Wajahnya menghadap ke kiri. Aku kira itu adalah teman wanitaku, tapi ternyata itu adalah bapak. Buru-buru aku ke rumah teman di depan rumah yang kebetulan sedang berkumpul beberapa temanku. Aku meminta mereka datang ke rumah karena aku takut sendirian. Mereka termasuk seorang teman spesial yang sedang mendiamkanku ikut datang ke rumah. Kami langsung masuk ke kamar, ternyata bapak sedang berada di bawah di samping tempat tidur. Dengan tertatih-tatih bapak menaiki tempat tidur dan tidur menelungkup seperti tadi di sampingku. Bapak sangat senang melihatku. Mungkin bapak kangen aku (itu jelas) atau ingin membantuku. Teman-temanku pun sangat ramah menyambut bapak seperti tak terjadi apa-apa sebelumnya. Aku pegang jemari bapak yang ternyata sangat dingin sedingin es. Bau melati seolah menyergap hidungku ketika aku terbangun. Jam dinding menunjukkan pukul 22.05.

Biasanya mimpiku tak seperti ini. Hanya dulu sewaktu aku habis memperbaiki makam bapak dan nenek, kemudian aku bermimpi tentang bapak dan nenek yang sedang berjalan-jalan di sebuah taman. Mungkin mereka ingin mengucap terima kasih. Apa karena postinganku yang ini yang menyebabkan mereka merasa?

Bapak, ibu dan nenek, aku tidak apa-apa kok, aku baik-baik saja. Kalian tak perlu merisaukanku lagi. Tenang-tenanglah kalian di sana. Maafkan aku yang telah memposting cerita tentang kalian. Aku hanya ingin curhat saja di blog, bukan maksudku ingin menjelek-jelekkan kalian. 
Memang keadaanku sekarang sudah bercerai, didiamkan orang spesial dan sedang terpuruk. Bapak, ibu dan nenek tak perlu memikirkanku seperti ini, cukup doakan aku saja. Aku pasti akan melewati semua ujian ini dengan baik. Aku berjanji akan berusaha semaksimal mungkin agar hidupku sejahtera dan bahagia. Maafkan aku yang belum berhasil menjadi orang yang bisa dibanggakan.

Terima kasih untuk bapak, ibu dan nenek. 
Sungkem dan peluk dariku.

 

Thursday, September 11, 2014

Tanpa Judul

Tanpa Judul
Di saat aku mulai beranjak memulai usaha baruku secara real, ada telpon dari bagian kartu kredit yang menanyakan kesanggupanku untuk melunasi hutangku. Memang tagihanku tidak besar hanya dua belas juta saja, dan bila dilunasi hanya disuruh membayar lima juta saja. Namun sejujurnya dana untuk pos itu belum ada. Hanya dua kartu kredit saja yang belum kulunasi, yang satu lagi sebesar itu juga. Ah sunggguh berat nasibku kini. Sebagai mantan istri jaksa yang sudah bertugas selama lima belas tahun, mestinya dia bisa membantuku secara ekonomi. Entah untuk apa dan untuk siapa semua uangnya. Sampai satu setengah tahun lalu dia menyembunyikan semua asetnya. Mobil itupun tak diakuinya, begitu juga keluarganya yang tidak tahu-menahu. Baru belakangan, ketika untuk urusan sekolah harus mengisi data-data, anakku menanyakan tentang kendaraan ayahnya, dan dia mengaku mempunyai sebuah mobil. Hanya mobilkah? Kukira tidak. Mungkin aku harus istirahat dulu, kepalaku jadi pusing karena omelan debt collector tadi. Aku dengan keadaan yang seperti ini semakin merasa tak pantas untuk berdampingan dengan siapa pun juga. Aku miskin kok .......... Betapa dia, mantanku itu tak pernah sekali pun memberiku modal kerja, ketika usahaku hampir jatuh dan benar-benar jatuh waktu itu. Padahal waktu itu kata saudaranya dia sedang banyak uang, karena usaha sampingannya. Betapa dia juga tak pernah memberiku nafkah untuk istri, yang diberikan hanyalah nafkah untuk anak. “Sing penting Dinda”, begitu kata mantan mertuaku, sehingga dia benar-benar mengabaikanku. Mengapa dia suka menyiksaku secara ekonomi maupun secara batin (perempuan2 itu). Aku sudah bosan dengan semua ini. Apalagi bila orang-orang menganggapku banyak uang karena sebagai istri jaksa, waktu itu. Ini adalah sedih yang tak terkira. Sudah seringkali aku memintanya untuk ikut melunasi hutangku tapi dia tak bergeming. Toh hutangku hanya sedikit menurut ukurannya. Mengapa dia setega itu padaku? Omelan debt collector itu benar-benar membuatku terpuruk, sementara. Aku menangis dan marah-marah. Orang itu mendoakanku semakin miskin. Dia tak mengerti aku, bagaimana mungkin dia mengerti aku? Kenal juga enggak. Mungkin besok atau lusa aku akan datangi BI untuk melakukan BI cheking. Aku yakin hanya dua tagihan yang tersisa. Bila harus ada barang-barang yang dijual, apa ya? Aku butuh kedua laptop ini, aku butuh motor ini.

Saturday, September 6, 2014

Ijinkan Aku Untuk Berbahagia

Ijinkan Aku Untuk Berbahagia

Kata orang, orangtua adalah wakil Tuhan di dunia. Jadi bagaimana Tuhan memperlakukan kita adalah seperti bagaimana orangtua memperlakukan kita. Itu bila aku tidak salah tangkap maknanya. 

Aku menulis ini karena aku ingin mengungkapkan perasaanku terhadap kedua ornagtuaku yang kini sudah di Surga. Aku merasa bahwa Tuhan memperlakukanku selama ini sama seperti orangtua memperlakukanku sewaktu mereka masih hidup. 

Bukan maksudku untuk mengritik mereka atau menjelek-jelekkan mereka, namun ini lebih agar aku dapat mengeluarkan uneg-unegku yang terpendam selama ini. Bahkan hal ini barangkali tidak diketahui mereka selama hidupnya. Sebelumnya mohon maafkan aku. 

Bapak dan ibuku di Surga, 

Aku tahu bahwa kalian telah berbahagia di sana, semoga demikian. Namun berbahagiakah kalian melihat keadaanku sekarang ini? 

Bahwa pendidikan semasa kecil dan remaja sangat penting bagi perkembangan seorang anak demi masa depannya itu benar adanya. Pendidikan itu tidak hanya berasal dari keluarga namun juga dipengaruhi oleh lingkungan dan tentu saja oleh sekolah. 

Bila kalian merasa sudah mendidikku secara benar, aku rasa itu pendapat yang salah. Bukan maksudku melawan kalian, tidak sama sekali. Ingatkah bahwa kalian telah mengekangku selama itu? Kalian melarangku bermain dengan teman-teman sebayaku seolah kalian mensterilkan diriku. 

Di rumah aku hanya berteman dengan kucing-kucing. Itulah mengapa kucing sangat berarti bagiku. Aku sebenarnya tak bisa lepas dari keberadaan kucing-kucing. Terimakasih bahwa kalian memperbolehkanku bermain dengan kucing-kucing. 

Suatu saat saat SMP, kucing satu-satunya yang kumiliki saat itu mati. Aku menjerit meraung-raung merasa ditinggalkan dan kehilangan. Aku protes pada nenekku yang menguburnya di depan rumah, aku bilang bahwa kucing itu belum mati. Nenekku menyuruhku agar tidak teriak-teriak nanti dikiranya orangtua yang meninggal. Aku sedih bukan kepalang. 

Nyatanya saat bapak dan ibuku meninggal hampir tak setetes pun airmata yang yang keluar. Aku sangat sulit menangis waktu itu. Aku menganggap itu kejadian yang biasa saja. Aku bukanlah pemain sinetron yang dengan mudah menumpahkan airmatanya. Airmataku keluar tentu karena kesedihan. 

Entah mengapa aku tidak boleh berteman, bersosialisasi. Aku ingat di suatu petang, aku yang berada dalam gendongan nenek hanya boleh melihat teman-teman sebayaku yang sedang riang bermain dari dalam rumah dari balik kaca jendela. Bukankah aku sudah TK tapi mengapa aku masih digendong? 

Ijinkan Aku Untuk Berbahagia
Aku saat 6 thn

Aku merasakan kesedihan itu sejak kecil sejak kelas nol kecil. Tentu saja aku menjadi anak yang pemurung, pendiam dan pemalu. Tapi apakah kalian peduli terhadap perkembanganku? Jawabnya adalah tidak. Bagi kalian yang terpenting adalah bahwa aku berada di rumah. Aku memang berada di rumah, tetapi batinku meronta. 

Waktu SD ketika anak-anak lain sepedaan di jalanan di taman depan rumah, aku tidak boleh keluar. Kalau aku ikut sepedaan maka tidak akan kebagian rujak. Rujak adalah makanan kesukaanku jadilah aku menyerah kalah. 

Aku kesepian, tidakkah kalian mengerti? Mengapa tak kalian tempatkan saja aku di panti asuhan, agar aku bisa bersosialisasi, bermain, belajar dari lingkungan dan tidak kesepian? Aku pernah berpikir tentang hal ini. Bahkan aku pernah berpikir, apakah aku ini benar-benar anak kedua orangtuaku. 

Di suatu kesempatan aku yang berumur sekitar 10 tahun pergi piknik bersama orangtua, nenek dan bawahan bapakku yang para pns beserta keluarganya di Rembang-Jepara.Di lokasi piknik tak ada satu pun foto diriku, hanya pas sebelum berangkat saja aku berfoto bareng nenek di dekat bus. Namun beberapa hari kemudian aku membuka-buka album piknik ternyata aku melihat orangtuaku berfoto bersama para bawahannya sebagai latar, dan seorang anak perempuan centil di tengah-tengah orangtuaku. Aku tak berani bertanya pada mereka, yang pasti aku sangat kecewa, sedih tak dianggap. Aku memastikan bahwa orangtuaku malu mempunyai anak jelek sepertiku. Itukah juga sebabnya aku tidak diperbolehkan bermain bersama teman-temanku? Aku tak tahu pasti. 

Bapak ibuku sering memuji temanku yang pintar atau yang nampak dewasa.Aku mendengar mereka memperbincangkannya, namun aku diam saja. Di balik semua itu sebenarnya aku berontak. Kalian tidak berpikir tentang bagaimana orangtuanya mendidiknya sehingga menjadi seperti itu. Ada prosesnya, tak terjadi begitu saja. 

Di rumah tak banyak mainan yang kupunya, aku lebih suka bermain dan bercanda dengan kucing-kucingku. Hampir di setiap tahapan usiaku aku memiliki kucing yang berganti-ganti tentu saja, bisa karena mati atau karena kami pindah rumah. Kucign kuanggap sebagai teman sejatiku tempat aku berkeluh-kesah. Kucing bisa mengerti saat kuajak bicara, terkadang memandangku atau diam di pangkuanku. 

Suatu ketika aku berulangtahun, mungkin yang ke-10. Ada seorang dokter Puskesmas yang suaminya seorang pelaut AL yang sering berdinas keluar negeri. Saat itu bu dokter itu memberikan hadiah berupa sebuah boneka. Bapak mau membuka hadiah itu tapi paman bilang kalau aku sudah besar jadi lebih baik hadiahnya untuk anaknya saja yang notabene adalah saudara sepupuku. Aku hanya bisa mengiyakan saja.Jelas aku tak berani melawan. Sementara bapak sepertinya diam saja dan memberikan boneka itu pada keponakannya. Boneka itu belum sempat kusentuh sedikit pun tapi sudah diberikan pada orang lain. Di kelak kemudian hari aku tak begitu menghargai milikku, bila diminta orang lain ya aku berikan begitu saja. 

Ijinkan Aku Untuk Berbahagia
Frater, paman dan kakak tertua
Suatu ketika orangtuaku membuat pesta natal besar-besaran di rumah dinas. Romo, suster, pejabat daerah beserta jajarannya dan para tetangga diundang. Semua famili dari pihak bapak yang dari Muntilan pun diundang. Ketiga kakak tiriku pun datang (saat ini mereka semua sudah dipanggil Tuhan). Sementara famili dari pihak ibu hanya nenek saja mengingat ibu adalah anak tunggal. 
Kakak pertamaku yang jarak umurnya jauh dariku sibuk mempersiapkan pesta dengan menebang pohon cemara di dekat rumah sebagai pohon natalnya. Hiasan-hiasan natal pun ditata oleh mereka, termasuk patung-patung kecil pelengkapnya. Sementara aku membantu di dapur. Aku masih SD waktu itu, kira-kira berumur 10 tahun. 
Pesta pun dilaksanakan dengan meriah, kakak tertuaku ikut beryanyi di depan bersama frater. Pesta pun usai sudah. Dari tadi aku hanya berada di dapur saja. Seusai pesta aku melintasi ruang tengah dan melihat di sudut ruang tamu famili dari Muntilan berkumpul. Mereka tak seorang pun yang menyapaku atau mengajakku ikut serta. Aku langsung masuk ke kamar dan menangis. Bapak dan ibuku hanya mendiamkanku saja, tidak memberikan perhatian. 
Esoknya ketika kulihat foto-fotonya, memang tak ada satu pun foto tentang aku. Ya sudahlah. 
Aku heran mengapa aku tak mereka dekatkan dengan para famili? Aku merasa berbeda. Aku juga berpikir bahwa mereka, famili dari pihak bapak menyangka hidupku yang serba enak tidak seperti ketiga kakakku yang tinggal dengan nenek di Muntilan. Bagaimana bisa aku menjelaskan pada mereka? Mungkin saja aku terkesan sombong, tapi sebenarnya aku minder.

Bapak ibuku sangat otoriter, suka memaksakan kehendaknya tanpa melihat bagaimana reaksiku. Perasaanku sangat tak mereka pikirkan. Waktu SMA aku harus masuk jurusan IPA karena orangtua menginginkanku menjadi seorang dokter. Seharusnya aku masuk jurusan IPS atau bahkan BAHASA saja mengingat aku tak begitu pandai. Tentu saja aku gagal masuk FK UNDIP. Aku nganggur setahun sebelum aku diterima di FH UNDIP. 

Aku sering menangis sendirian di malam-malamku, terutama ketika aku sudah kuliah. Aku melihat banyaknya perbedaan antara aku dengan mereka. Aku tidak mengerti “merah hijaunya” dunia, yang kutahu hanyalah warna “hitam, putih dan kelabu”. Terkadang aku tak mengerti bagaimana aku harus menyikapi sesuatu hal, apakah harus marah atau diam saja. 

Sampai aku lulus kuliah pun, bapak (ibu meninggal saat aku lulus SMA) masih suka memaksakan kehendaknya. Aku masih ada tes wawancara di sebuah bank negeri ketika bapak memaksa aku ikut saudara yang sudah bekerja di sebuah bank swasta di Bandung. Aku kemudian diterima di sebuah bank swasta di Bandung. Aku gamang dan aku gagal di masa percobaan. Aku tak memberitahukan tentang hal ini, aku kemudian mencari kerja sebisaku asal aku bisa makan dan sewa tempat tinggal. Sebenarnya orangtua tak pernah mengajariku tentang kemandirian. Kemandiriaku adalah sesuatu yang aku paksakan karena kebutuhan yang mendesak.

Seolah sayap-sayapku telah kalian patahkan sejak dini. Aku menjadi tak bisa terbang bahkan berlari. Langkah-langkahku pun kecil tak percaya diri. Aku juga merasa sangat heran ketika akhirnya aku tmengetahui bahwa aku memang benar-benar disunat saat bayi. Aku kan non muslim dan juga aku kan perempuan. Mengapa kalian lakukan itu terhadapku? Atau paling tidak mengapa kalian biarkan hal itu terjadi? Saat aku dewasa aku menjadi sangat tidak terima kalian menyunatku, dalam arti yang sesungguhnya. 

Sewaktu masih di Magelang, aku kalau ke mana-mana diantar sama bapak ya pakai mobil, becak atau jalan kaki. Sebetulnya aku merasa jengah tapi bagaimana lagi? Bapak sering bertanya apakah aku malu punya orangtua seperti mereka, setiap kali aku agak enggan ditemani. Bukan begitu tetapi aku kan sudah SMA. Ke Muntilan pun ditemani, aku sampai dituduh bahwa sudah besar kok ke mana-mana diantar sama bapak. Aku ingin berteriak menjelaskan tapi bagaimana aku harus menjelaskan pada semua orang?Aku sedih, itu sudah jelas. Seakan ini adalah fitnah. 

Aku tak punya pacar saat SMA. Pernah ketua OSIS ku yang memang aku taksir datang ke rumah sendirian. Bukannya mempersilahkan duduk, bapak malah seakan menghardiknya. Aku sendiri pun tak tahu harus bersikap bagaimana, aku serba salah. Bapak, dia itu satu-satunya orang yang kutaksir yang seiman pak (Katolik). Sampai kini pun hanya dia yang seiman. Ya sudahlah. Bapak seakan tak merelakanku untuk bahagia. Sewaktu kecil untuk bersenang-senang atau bergembira bersama teman-teman pun orangtuaku tak mengijinkan, dan untuk bahagia apalagi. 

Aku seolah hidup dalam penjara, sendirian. Bila aku kecil banyak bertanya maka ibu menyuruhku untuk diam.Untuk bernafas pun seakan tak bebas. Pernah aku gagal ikut study tour di mana orang yang kutaksir sangat mengharapkan aku ikut. Ibu hanya membelikanku majalah saja sebagai penggantinya. Aku menghela nafas dalam-dalam, dan ibu menjadi marah-marah. Aku sangat sedih kehilangan momen berharga itu. Bukankah waktu SMA tak bisa diulang lagi. Ketika teman-teman bercerita tentang keindahan masa SMA-nya aku hanya meratapi nasib. Aku telah kehilangan masa kanak-kanak dan masa remajaku sekaligus. 

Jurusan hukum adalah salah bagiku. Aku tak bisa membela diriku sendiri, bagaimana mungkin bisa membela nasib orang lain? Jangan menjadi sarjana hukum bila untuk membela diri sendiri pun tak bisa, sepertiku. Gelarku hanya menjadi olok-olokan semata. Seharusnya sejak dini diketahui bakat dan minat seorang anak agar tidak salah jurusan. 

Seringnya pemaksaan kehendak yang diberikan orangtua terhadapku membuatku tak bisa ambil keputusan. Aku merasa pendapatku adalah salah, yang benar adalah pendapat orang lain. Kelak di kemudian hari aku menyerah saja di persidangan perceraianku. Aku menjadi tak percaya diri, mudah dipengaruhi, dipaksakan kehendak, bahkan ditipu. 

Bapak dan ibuku, berbahagiakah kalian melihatku seperti sekarang ini? Bila kalian berkenan, ijinkan aku untuk hidup berbahagia. Kalian sebagai orangtua adalah wakit Tuhan di dunia, untukku. Biarkan aku dekat dengan pria yang baik yang aku sayangi, dukunglah aku untuk bersamanya membentuk sebuah keluarga kecil yang berbahagia, biarkan aku merintis segala usahaku untuk melanjutkan hidupku 

Bapak dan ibuku yang ada di Surga, 
Ijinkan aku untuk bahagia agar Tuhan membukakan pintu bagi kebahagiaanku. 
Ikhlaskan aku untuk hidup berbahagia. 
Terima kasih untuk bapak dan ibuku.